Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pendidikan yang Lebih Baik

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Itu semua membuat sebagaian warga frustrasi dan gampang tersulut emosinya dan menular ke rakyat. Mereka tergoda untuk mengedepankan kekerasan daripada menyelesaikan masalah lewat jalan damai. Di mana-mana terjadi perkelahian atau bentrok antardesa atau antara aparat dan rakyat. Pelajar dan mahasiswa hanya meniru orang-orang dewasa seperti para guru.

Terjebak

Jadi semua sebenarnya sudah terjebak dalam spiral kekerasan yang tanpa disadari menjadi gaya hidup. Orang bisa menjadi sangat lembut di rumah, tapi begitu di jalan, menjadi monster yang mengorbankan sesama pengguna jalan. Ini membuat angka kecelakaan lalu lintas begitu tinggi. Orang bisa begitu santun di rumah, tapi ternyata di media sosial amat keji menebar ujaran kebencian dan berita-berita tidak benar (hoax). Tidak heran, kini hoax dan ujaran kebencian di media sosial telah menjadi permasalah besar bangsa.

Menyikapi kenyataan tersebut, terlalu simplistis jika seluruhnya dibebankan pada para pendidik atau pelajar di sekolah. Semua dipanggil untuk tidak kenal lelah menebarkan semangat cinta damai dan nilai-nilai antikekerasan. Media juga perlu mengupayakan agar penanaman perdamaian mendapat ruang lebih dan mengurangi berita kekerasan agar tidak menginspirasi kekerasan baru.

Setiap orang sukarela menjadi aktivis perdamaian. Buku Pendidikan Kaum Tertindas (Pedagogy of Oppressed) karya Paulo Freire bisa menjadi panduan atau inspirasi. Dalam perpektif buku itu, jelas potret kekerasan dalam dunia pendidikan menjadi bukti masih adanya penindasan. Bagi Freire, penindasan, apa pun nama dan alasannya, tidak manusiawi karena merendahkan kemanusiaan.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top