Wisata Ramah Lingkungan
Wisatawan mengunjungi Desa Wisata Penglipuran di Bangli, Bali.
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra WibowoSAAT peluncuran Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali di Denpasar, Bali, Presiden Joko Widodo memperkenalkan istilah green tourism. Presiden Joko Widodo meminta pariwisata Bali harus bertransformasi dari mass tourism menjadi green tourism, yaitu pariwisata berbasis sosial, budaya, dan lingkungan yang sejalan dengan nilai-nilai dan filosofi kearifan lokal Bali yang dapat membangun harmoni dan memuliakan alam.
"Semangat untuk memuliakan alam, manusia dan budaya harus terus kita teruskan untuk menyongsong masa depan dan kita memiliki komitmen yang kuat untuk menerapkan green economy (ekonomi hijau)," kata Presiden.
Memang pandemi Covid-19 telah mengubah berbagai kebiasaan kita, termasuk kebiasaan dalam berpariwisata. Ke depan, wisata dalam jumlah besar (mass tourism) akan semakin berkurang, tergeser dengan wisata ramah lingkungan atau wisata hijau (green tourism), termasuk wisata petualangan dan wisata kebugaran.
Di industri pariwisata, istilah green tourism atau pariwisata ramah lingkungan sebenarnya sudah sering kita dengar. Istilah tersebut ramah di telinga kita, tetapi banyak yang mengartikannya setengah-setengah.
Banyak hotel yang mengaku sebagai hotel yang ramah lingkungan hanya karena sudah memasang tulisan di kamar mandi yang kira-kira bunyinya "untuk mengurangi penggunaan deterjen dalam mencuci handuk, tolong gantungkan handuk anda jika akan digunakan kembali", tanpa melakukan banyak upaya keberlanjutan seperti penggunaan bahan-bahan daur ulang.
Tulisan di kamar mandi tersebut terkesan hanya sebagai gagah-gagahan saja. Malah ada kesan tulisan tersebut adalah cara hotel berhemat, meminimalkan pengeluarannya dengan cara mengurangi mencuci handuk. Buktinya hotel tersebut masih banyak menggunakan bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan sedotan (straw) plastik, tampat kunci kamar kertas catatan (block notes) yang bukan berasal dari bahan daur ulang, dan masih banyak lainnya.
Kalau kita mau serius, green tourism harus dikemas serapi mungkin dan harus menjadi gerakan nasional. Perusahaan-perusahaan wisata harus sudah mencantumkan bahwa paket yang mereka tawarkan adalah paket green tourism. Meski tidak mungkin 100 persen menerapkan green tourism, setidaknya perusahaan-perusahaan yang menawarkan paket wisata bisa memilih maskapai, hotel, dan tempat-tempat wisata yang benar-benar concern dengan lingkungan. Memang tidak gampang, tetapi kalau tidak dimulai, kapan lagi kita menjaga Bumi atau alam kita dari kerusakan.
Perusahaan yang menawarkan paket wisata,bisa memanfaatkan momentum ini untuk menceritakan hal positif dan pariwisata yang berkelanjutan (sustainable) kepada wisatawan. Sedangkan pihak pengelola destinasi wisata juga bisa mengkomunikasikan hal-hal positif apa yang sudah dilakukan. Jadi bukan keindahan saja yang dibagikan tetapi bagaimana usaha para pelaku wisata memerangi Covid-19, climate change (perubahan iklim).
Green Tourism memiliki peluang besar karena mengandalkan wisatawan dalam grup kecll yang aktif mencari informasi mengenai alam dan budaya, serta berinteraksi dengan masyarakat. Wisata ini akan menyuguhkan kegiatan edukasi alam untuk keluarga dan kontribusi pada konservasi alam.
Berita Trending
- 1 Gara-gara Perkawinan Sedarah, Monyet Salju Jepang di Australia akan Dimusnahkan
- 2 Ini yang Dilakukan Pemkot Jaksel untuk Jaga Stabilitas Harga Bahan Pokok Jelang Natal
- 3 Prabowo Dinilai Tetap Komitmen Lanjutkan Pembangunan IKN
- 4 Kemendagri Minta Pemkab Bangka dan Pemkot Pangkalpinang Siapkan Anggaran Pilkada Ulang Lewat APBD
- 5 Natal Membangun Persaudaraan
Berita Terkini
- Prabowo Berupaya Jaga Keseimbangan Hubungan di Tengah Persaingan AS dan Tiongkok
- Otorita Labuan Bajo: Mai Hang Food ajang promosi kuliner lokal
- Enam RT di Marunda dan Pluit masih terdampak banjir rob
- Venezia Imbangi Juventus 2-2 Berkat Gol Jay Idzes
- Pratinjau Indonesia vs Vietnam: Ujian Sesungguhnya untuk Garuda