Pendidikan Vokasi Harus Relevan Dunia Industri
PENDIDIKAN VOKASI -- Diskusi Study Club CEMPAKA bertema “Mendukung Kekuatan Ekonomi Nasional Melalui Tumpuan Pendidikan Vokasi”, di Jakarta, Rabu (15/12).
Foto: koran jakarta/Muhamad Ma’rupJAKARTA - Direktur Kemitraan dan Penyelerasan Dunia Usaha dan Dunia Industri, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Uuf Brajawidagda, mengatakan pendidikan vokasi harus selau relevan dengan pembangunan ekonomi.
Pendidikan vokasi diharapkan tidak hanya melahirkan tenaga kerja berkualitas, tapi juga mendorong lebih banyak penciptaan lapangan pekerjaan.
"Pendidikan vokasi stay relevan. Kita beri bekal para siswa fleksibel untuk mengantisipasi perkembangan zaman," ujar Uuf, dalam diskusi Study Club CEMPAKA, di Jakarta, Rabu (15/12).
Dia menuturkan, pendidikan vokasi di Indonesia saat ini mencakup sekitar 14.000 SMK, 2.000 program studi vokasi, 273 Politeknik dan Akademi Komunitas, dan 17.000 lembaga pelatihan dan kursus. Pihaknya selama tiga tahun terkahir mencoba membuka sekat-sekat pendidikan voaksi.
Uuf menambahkan, lembaga kursus dan pelatihan memiliki program PKK dan PKW, di level SMK ada SMK Pusat Keunggulan dan pemadanan dukungan, hingga di peguruan tinggi vokasi ada matching fund. Ada juga program lain dengan membuat ekosistem kemitraan di daerah.
"Jadi, Mitras DUDI mendorong pemanfataan sekat-sekat yang makin terbuka di satuan pendidikan untuk menjadi kemitraan di daerah guna menggali potensi di daerah sehingga bisa berkontibusi di daerah," tandasnya.
Bonus Demografi
Direktur Segara Research Institute, Piter Abdullah Redjalam, mengatakan untuk menjadi negara maju, Indonesia harus meningkatkan pendapatan per kapita di atas 13.000 dollar Amerika Serikat (AS) dari saat ini masih 4.000 dollar AS. Meski bukan perkara mudah, Indonesia punya untuk maju itu ada karena memiliki sumber daya alam, dan bonus demografi.
Agar bonus demografi mendukung pertumbuihan ekonomi, ujar Piter, harus ada lapangan pekerjaan yang cukup, jangan terjadi ledakan pengangguran. Tiap pertumbuhan ekonomi satu persen menyerap sekitar 250.000 angkatan kerja.
"Jika lima persen, berarti hanya sekitar 1,25 juta lapangan kerja formal. Padahal, pertumbuhan angkatan kerja mencapai tiga juta atau sudah empat juta," katanya.
Piter meyakini pendidikan vokasi yang mengutamakan skill akan mendukung pemanfaatan bonus demografi. Namun, perlu dipastikan skills yang dimiliki lulusan selaras dengan industri.
"Bukan gelar lagi yang dikejar, tapi kemampuannya pada bidang-bidang tertentu tertentu sehingga industri mudah menyerap lulusan," ucapnya.
Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal mengatakan keselarasan atau link and match pendidikan vokasi dan industri harus diwujudkan. Pendidikan vokasi harus memastikan lulusan yang memiliki kemampuan berpikir analitis, siap untuk terus dilatih atau terus belajar, dan kuat dalam softskills yang dibutuhkan dalam dunia kerja.
"Karena itu, perlu untuk dipetakan mana yang menjadi tanggung jawab institusi pendidian, transisi dari pendidikan ke dunia kerja, dan ketika di dunia kerja," terangnya.
Berita Trending
- 1 Siswa SMK Hanyut di Air Terjun Lahat, Tim SAR Lakukan Pencarian
- 2 Diduga Ada Kecurangan, Bawaslu Sumsel Rekomendasikan Pemungutan Suara Ulang di Empat TPS
- 3 Pemerintah Jangan Malu Membatalkan Kenaikan PPN
- 4 Calon Wakil Wali Kota Armuji Sebut Warga Surabaya Cerdas Gunakan Hak Pilih
- 5 Cuaca Hari Ini, Wilayah Indonesia Umumnya Diguyur Hujan
Berita Terkini
- KPU Lampung Umumkan Hasil Pilkada 2024 pada 15 Desember
- Uniqlo Dikritik di Tiongkok Setelah Komentar CEO-nya tentang Xinjiang
- Kemendikdasmen Ajak Guru Melek Teknologi Kembangkan Kegiatan Belajar Mengajar yang Inovatif
- Bank DKI Raih Indonesia Best CMO Award dan Properti Indonesia Award 2024
- PM Nepal akan Melakukan Kunjungan Resmi ke Tiongkok