Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Dana Saksi | Anggaran APBN untuk Saksi Pemborosan

Pendanaan Saksi Tak Perlu dari APBN

Foto : ISTIMEWA

Jeirry Sumampow, Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampouw mengaku tidak setuju dengan usulan Komisi II DPR RI, agar dana saksi pemilu 2019 dibebankan kepada pemerintah dan pengelolaannya diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Bawaslu selaku penyelenggara pemilu.

Menurut Jeirry, saksi pemilu bukanlah sebuah kewajiban yang disediakan oleh negara kepada peserta pemilu dalam hal ini partai politik. Pasalnya, Jeirry menganggap penyelenggara pemilu sudah menerima alokasi anggaran untuk pemilu 2019 sebesar 24,8 triliun rupiah, atau meningkat 700 miliar rupiah dibandingkan pemilu 2014.

Biaya tersebut sudah termasuk penyediaan logistik, termasuk KPU memfasilitasi alat peraga kampanye (APK) Pileg dan Pilpres yang diperkirakan mencapai Rp 400 miliar, sehingga tidak perlu lagi pendanaan terhadap dana saksi peserta pemilu.

"Peserta pemilu terlalu manja. Apa-apanya difasilitasi. Masa iya sampai dana saksi mau difasilitasi penyelenggara juga. Takutnya sikap ini akan mendorong kebiasaan tidak baik ketika para caleg sudah lolos menjadi anggota DPR," ujar Jeirry Sumampouw dalam diskusi bertema 'Tolak Dana Saksi Pemilu Ditanggung APBN', di Kantor Formappi, Jalan Matraman, Jakarta, Kamis (18/10).

Jeirry menganggap, bila usulan dana saksi itu diakomodir di Badan Anggaran DPR maka dikhawatirkan pemilu 2019 malah berjalan boros. Seharusnya peran fungsi dan pengawasan dan pemantauan tersebut dijlankan oleh Bawaslu. Selain itu, dana saksi yang akan diberikan kepada partai politik akan digunakan dengan baik eh parpolparpol." Memang kita harus menolak usulan itu melalui APBN," tegasnya.

Jeirry pun mengusulkan agar penyelenggara pemilu memanfaatkan peran pemantau independen guna mengawasi pelaksanaan pemilu pada hari H. Karena kata dia, lembaga pemantau perannya sangat strategis, sebab tidak hanya mengawasi peserta pemilu namun juga penyelenggara pemilu.

Menanggapi itu, pengamat dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai janggal usulan Komisi II DPR RI mengenai dana saksi dibiayai APBN. Pasalnya, Komisi II DPR, penyelenggara pemilu dan pemerintah pernah menyepakati dana saksi merupakan tanggung jawab partai politik. Namun tau-tau kesepakatan tersebut berubah, dimana Komisi II meminta penyelengara memfasilitasi dana saksi partai politik.

Lucius merasa ada ketidakkonsistenan Komisi II DPR RI yang mengusulkan agar dana saksi dibiayai negara. Hal ini sekaligus mempertegas ketidak berdayaan parpol-parpol menghadapi Pemilu 2019. Seharusnya, sejak awal parpol membuat hitung-hitungan termasuk mempersiapkan dana dari sumber legal menyiapkan pemilu. Persiapan itu dikatakan Lucius tak bisa satu-dua bulan bahkan satu dua tahun sebelum pemilu.

Sikap Bawaslu

Di tempat terpisah, Komisioner Bawaslu Muchamad Afifudin, yang berkeberatan jika harus mengelola dana saksi pemilu. Pasalnya, peraturan hanya mengamanatkan Bawaslu melatih saksi, bukan mengelola dana saksi pemilu.

Menurutnya, kewenangan Bawaslu melatih saksi pemilu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Pasal 351 ayat 3, 7 dan 8. Pada ayat 3 disebutkan bahwa 'pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi peserta pemilu'.

"Kami hanya punya mandat melatih saksi dan dalam posisi belum membahas hal itu meski kecenderungannya adalah menolak untuk mengelola dana saksi," tandasnya. ags/AR-3

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top