Pencegahan Radikalisme Bermula dari Keluarga
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rohika Kurniadi Sari, dalam acara Sosialisasi Pencegahan Anak dan Keluarga dalam Paham Radikalisme dan Terorisme yang digelar daring, Selasa (13/7).
JAKARTA - Radikalisme yang berujung pada aksi teror menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia. Bahkan, pada masa pandemi Covid-19 beberapa aksi teror yang bermula dari radikalisme tetap terjadi seperti pengeboman di Makassar, penyerangan markas Polri, maupun aksi perusakan makam oleh pelajar di Solo beberapa waktu lalu.
Kasus terakhir seolah membuktikan radikalisme tidak hanya menyasar orang dewasa, tapi juga anak-anak. Bukan tidak mungkin upaya pencegahan radikalisme sejauh ini kurang menyentuh anak-anak yang masuk dalam kelompok rentan.
Pemerintah harus mulai memperhatikan kondisi tersebut. Kasus di Solo hanya satu dari sekian kasus yang terjadi. Tanpa penanganan serius banyak kerugian yang akan terjadi.
Kerugian jangka pendek, kehidupan sosial masyarakat dapat terganggu jika kasus serupa terjadi pada masa mendatang. Sedangkan untuk jangka panjang, radikalisme menjadi salah satu hal yang berpotensi menghambat bonus demografi bagi Indonesia. Tanpa penangan serius, alih-alih meraih bonus demografi, Indonesia bakal mendapat bencana demografi.
Upaya pencegahan harus dimulai sedini mungkin. Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat memegang peran penting sebagai garda terdepan dalam menghadang radikalisme dan terorisme terinternalisasi dalam keluarga.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya