Pemilihan Penyelenggara Pemilu Dipertanyakan Tak Gunakan "Voting"
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini
Sementara itu, peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan, mekanisme pemilihan anggota KPU dan Bawaslu tanpa voting bisa bermasalah secara administrasi.
Masalah ini bisa diajukan keadilannya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Dalam peradilan PTUN ada tiga hal yang bisa dipermasalahkan. Pertama, bukan kewenangan. Kedua, mencampuradukkan kewenangan. Ketiga, sewenang-wenang. "Tiga hal itu salah satu alat ukurnya adalah melanggar undang-undang," jelas Feri.
Menurut Feri, mekanisme tanpa voting membuat proses dan hasil uji kelayakan dan kepatutan calon anggota KPU dan Bawaslu yang dilakukan oleh DPR semakin jauh dari undang-undang. Misalnya terkait dengan ketentuan komposisi perempuan minimal 30 persen dalam anggota KPU dan Bawaslu.
Peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Negrit), Hadar Nafir Gumay, juga sependapat. Menurutnya, mekanisme tanpa voting punya masalah undang-undang dan berkonsekuensi pada masalah yang lain. Padahal, UU Nomor 7 Tahun 2017 sudah jelas punya ketentuan peringkat.
Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Komentar
()Muat lainnya