Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kualitas SDM

Pemerintah Perlu Terapkan "Skill Development Fund"

Foto : ISTIMEWA

Direktur Eksekutif Interna­tional NGO Forum for Indone­sia (INFID), Sugeng Bahagijo.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah Indonesia dinilai perlu menerapan Skill Development Fund (SDF) atau skema dana pengembangan pelatihan keterampilan kerja dan Unemployment Benefit (UB) tunjangan sosial bagi pengangguran dan korban PHK. Skema ini merupakan dana jangka panjang untuk pengembangan keterampilan dan kompetensi. Saat ini, sudah ada sekitar 60 negara menerapkan hal itu.

Direktur Eksekutif International NGO Forum for Indonesia (INFID), Sugeng Bahagijo mengatakan, ada empat skema pendanaan SDF. Pertama, sebagian besar dana dari iuran perusahaan dan dikelola secara bersama oleh pemerintah, industri dan wakil pekerja. Skema ini sudah dijalankan di Prancis, Singapura dan Malaysia.

Skema kedua, SDF dikelola sendiri oleh asosiasi industri dan dari iuran industri. Ketiga SDF sektoral, dimana iuran sektor industri tertentu untuk pelatihan kerja dan pemagangan pada sektor tersebut. Dana dikelola oleh asosiasi industri.

Terakhir, SDF sepenuhnya adalah dana pemerintah dan kemudian disalurkan kepada industri atau perusahaan dengan cara penawaran terbuka.

Untuk Indonesia, dia menyarankan menggunakan skema yang pertama yaitu iuran industri dan alokasi dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).

"Negara dapat mengalokasikan 5 hingga 10 persen dana pendidikan di APBN untuk pengembangan angkatan kerja yaitu untuk pelatihan vokasi dan pemagangan," kata dia, pada acara diskusi ketenagakerjaan, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Selain itu, lanjutnya, juga dibutuhkan partisipasi industri dalam pendidikan, pelatihan vokasi dan pemagangan.

Ia mengatakan dalam dua dasawarsa terakhir (2000-2017), Indonesia telah melakukan investasi besar dalam pembangunan sekolah dan perguruan tinggi, namun belum memperhatikan aspek produktivitas, daya saing serta inovasi dari masing-masing sekolah.

Dalam kesempatan itu, Sugeng juga menyoroti masih minimnya jumlah dan mutu lembaga pelatihan dan pemagangan. Industri juga belum banyak terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan keterampilan. "Akibatnya, banyak terjadi ketidaksesuaian antara lulusan dengan kebutuhan industry," tandasnya.

Peta JalanKetenagakerjaan

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Labor Institute, Andy Williams Sinaga mengatakan, pemerintah harus memmiliki peta jalan ketenagakerjaan. Ini penting untuk menghadapi risiko perubahan jenis pekerjaan menghadapi industri 4.0.

"Pemerintah selama ini belum memiliki peta jalan yang jelas bagaimana menghadapi risiko perubahan ke depan dalam era digitalisasi ini. Semuanya masih tumpang tindih antarlembaga," kata Andy yang juga aktivis serikat buruh dari Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (K-SBSI) itu.

Menurut dia, Indonesia memiliki peluang dalam menghadapi era digitalisasi ini. Menurut McKinsey Global Institute (2012), Indonesia membutuhkan sekitar 58 juta tenaga kerja terampil untuk menjadikan ekonomi Indonesia di peringkat ke-7 pada 2030 mendatang.

Namun sayangnya 60 persen dari 128 juta angkatan kerja Indonesia saat ini adalah lulusan SD dan SMP. "Karena itu, harus ada perubahan besar dalam sektor pendidikan dan pelatihan kerja," pungkasnya. sdk/E-3

Komentar

Komentar
()

Top