Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Keuangan Negara

Pembayaran Utang 2025 Bisa Memperlebar Defisit Anggaran

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Beberapa fraksi di DPR mengingatkan pemerintah akan tingginya utang jatuh tempo senilai 800,3 triliun rupiah pada 2025 yang harus dibayar pemerintah baru periode 2024-2029.

Adapun fraksi yang mengingatkan pemerintah, antara lain, fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), hingga Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam pandangan umumnya atas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 beserta Nota Keuangan yang disampaikan pemerintah.

Perwakilan Fraksi PDIP, Adisatrya Suryo Sulisto, dalam Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Selasa (20/8), mengatakan pihaknya memiliki banyak catatan atas RAPBN 2025 yang disusun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), terutama soal defisit anggaran 2,53 persen atau setara dengan 616 triliun rupiah dari PDB.

Untuk menutup defisit tersebut, sambungnya, pemerintahan Prabowo nantinya akan bertumpu pada pembiayaan utang. Oleh sebab itu, Adi mengingatkan agar pemerintah ke depan hati-hati memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang ada.

PDIP menganggap pembiayaan utang memiliki risiko bakal membebani fiskal APBN di masa mendatang. Apalagi, utang jatuh tempo pada tahun depan tidak sedikit.

"Pemerintah harus bisa mengantisipasi beban utang jatuh tempo pada tahun 2025," kata Adi dalam rapat.

Menanggapi hal itu, pakar ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Imron Mawardi, mengatakan utang yang jatuh tempo utang pada 2025 dengan nilai yang sangat besar akan menimbulkan peningkatan defisit APBN yang cukup besar dan berpotensi membuat pemerintah akan menarik utang baru.

"Menteri Keuangan selalu mengatakan rasio utang kita hanya 40 persen, masih di bawah negara-negara maju, seperti Eropa, Jepang, dan lainnya. Padahal yang terpenting adalah kemampuan bayarnya," kata Imron.

Seperti diketahui, untuk tahun yang jatuh tempo harus membayar utang 400 triliun rupiah saja, defisit APBN sudah mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Sementara dengan pendapatan negara dari penerimaan pajak dan cukai yang hanya sekitar 2.200 triliun, diperkirakan tahun depan defisitnya akan sangat besar. Hal yang menarik adalah langkah apa yang akan diambil pemerintah ke depan untuk menutupinya.

Menurut Imron, kemungkinan pertama adalah menarik utang baru, yang artinya total utang pemerintah akan semakin besar. Kedua, pemerintah terpaksa melakukan divestasi. Potensi divestasi yang mungkin dilakukan tentu adalah melepas kepemilikan saham di perusahaan BUMN.

"Berkaca pada zaman Megawati Soekarnoputri saat menjabat sebagai Presiden, BUMN yang dilepas adalah BUMN yang punya kinerja baik, karena kalau tidak, akan sulit laku," kata Imron.

Dua kemungkinan langkah antisipasi defisit itu sama-sama mengkahwatirkan.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top