Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengembangan EBT I Potensi EBT di Tanah Air Capai 417,8 GW, tetapi Baru Dimanfaatkan 2,5%

Pemanfaatan Energi Surya Minim

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Potensi energi baru dan terbarukan (EBT) untuk tenaga surya di Indonesia sangat besar, yakni sekitar 207,8 gigawatt (GW). Sayangnya, pemanfaatannyta masih sangat rendah, sekitar 0,07 persen atau baru 150,2 megawatt (MW).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menegaskan akan terus mendorong pengembangan energi terbarukan di dalam negeri. "Apalagi tren gobal saat ini beralih ke EBT," ungkap Arifin dalam webinar terkait energi terbarukan di Jakarta, Senin (10/8).

Dia mengungkapkan, sebenarnya bukan hanya energi surya yang pemanfaatannya lambat, namun untuk semua jenis EBT. Namun dari semuanya, potensi energi surya dinilai terbesar.

Seperti diketahui, secara keseluruhan potensi EBT di Tanah Air mencapai 417,8 gigawatt (GW). Sayangnya, total pemanfaatannya baru 2,5 persen atau 10,4 giga watt (GW).

Menteri Arifin menyebut target bauran energi sektor EBT pada 2025 sebesar 23 persen. Angka itu meningkat dari realisasi pada 2019 yang menyentuh 9,15 persen. Pada saat sama, penggunaan minyak bumi tinggal 25 persen atau turun dari 33,58 persen pada 2019.

Lebih lanjut dikatakannya, penggunaan batu bara pada 2025, ditargetkan turun menjadi 30 persen. Pada 2019, realisasi penggunaan batu bara 37,15 persen dari total bauran energi nasional.

Pada 2050, target bauran EBT meningkat menjadi 31 persen, sementara batu bara dan minyak bumi turun menjadi 25 persen dan 20 persen. Selain EBT, jenis energi lain yang didorong pemanfaatannya ialah gas bumi.

Pemerintah, terang Arifin, telah memetakan pengembangan EBT di sejumlah wilayah di Tanah Air. Itu disesuaikan dengan keunggulan komparatif daerahnya.

Khusus untuk pengembangan energi surya, disebutkannya kemampuan energi solar PV dalam negeri baru pada tahap assembly modul surya (solar cell diimpor). "Bisa ga, kita develop (mengembangkan) teknologinya, ciptakan komponennya," tambahnya.

Dia menambahkan, pemerintah dalam waktu dekat akan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) harga listrik EBT. Sebab, saat ini, Peraturan Menteri ESDM belum cukup menstimulus lahirnya kontrak-kontrak baru EBT. Harga PLTS di Indonesia masih mencapai satu dollar AS per Watt peak, sementara Tiongkok sudah di level 20-30 sen dollar AS per Watt peak dengan kapasitas antara 500 MW hingga 1.000 MW.

"Nantinya setiap jenis energi kita bagi-bagi tarifnya, termasuk untuk panas bumi, sebagian risiko ditanggung pemerintah supaya tidak ngaruh ke harga listrik," kata Arifin.

Transformasi Bisnis


Sementara itu, pengembangan EBT dikhawatirkan bisa menggerus kinerja sektor minyak dan gas (migas). Sebab, ke depan, tren penggunaan energi fosil berkurang drastis seiring meningkatnya kesadaran masyarat untuk mengurangi polusi udara.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, mengakui tren penggunaan energi fosil pada 2030 akan turun tajam. Bahkan, penurunan itu diperkirakan lebih cepat karena adanya pandemi Covid-19. Kondisi ini membuat banyak negara berpacu yang diikuti oleh perusahaan-perusahaan skala global.

Khusus untuk Pertamina, lanjutnya, perseroan tengah melakukan tranformasi bisnis guna menyesuaikan dengan tren itu.
"Pertamina selanjutnya shifting ke oleochemical, bukan hanya di oil. Gas juga energi bersih, kita kembangkan dalam bentuk LNG (gas alam cair)," ujarnya.

ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top