PBB Minta Bantuan Luar Negeri AS Terus Berlanjut Meski Trump Lakukan Penangguhan
Ilustrasi- Markas PBB.
Foto: Antara/HOHamilton - Sekretaris Jenderal PBB pada Senin (27/1) menyampaikan keprihatinan atas pengumuman terbaru Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai penangguhan bantuan luar negeri AS.
“Sekretaris Jenderal (Antonio Guterres) mencatat dengan keprihatinan pengumuman penangguhan bantuan luar negeri AS,” kata juru bicara Sekjen PBB Stephane Dujarric dalam konferensi pers.
Dia menekankan peran krusial bantuan AS dalam mendukung penduduk yang rentan di seluruh dunia.
Menyadari pentingnya memastikan bahwa program kemanusiaan dan pembangunan tetap berjalan tanpa gangguan, Dujarric mengatakan: “Sekretaris Jenderal (PBB) meminta agar pengecualian tambahan dipertimbangkan untuk memastikan kelanjutan kegiatan pembangunan dan kemanusiaan yang krusial bagi komunitas paling rentan di dunia, yang hidup dan mata pencahariannya sangat bergantung pada dukungan bantuan ini.”
Dujarric juga menekankan kembali pentingnya bekerja sama dengan pemerintahan Trump untuk menangani tantangan global secara bersama-sama.
“Sekretaris Jenderal (Guterres) berharap dapat bekerja sama dengan pemerintahan baru Amerika Serikat dalam penyediaan dukungan pembangunan yang sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang menghadapi tantangan paling sulit di negara-negara berkembang,” kata juru bicara tersebut.
“AS adalah salah satu pemberi bantuan terbesar, dan sangat penting bagi kita bekerja secara konstruktif untuk bersama-sama merancang jalan strategis ke depan,” tambahnya.
Penangguhan itu merupakan bagian dari perintah eksekutif Trump pekan lalu, yang meminta tinjauan selama 90 hari terhadap pengeluaran bantuan luar negeri untuk menilai kesesuaiannya dengan prioritas kebijakan luar negeri AS.
Meskipun memo tersebut mencantumkan pengecualian untuk Israel dan Mesir, yang masing-masing menerima 3,3 miliar dolar AS (sekitar Rp53,36 triliun) dan 1,3 miliar dolar AS (sekitar Rp21 triliun) dalam pendanaan militer luar negeri setiap tahun, bantuan untuk sekutu utama AS lainnya, termasuk Ukraina, Yordania, dan Taiwan, dilaporkan terkena dampaknya.
Berita Trending
- 1 Thailand Ingin Kereta Cepat ke Tiongkok Beroperasi pada 2030
- 2 Incar Kemenangan Penting, MU Butuh Konsistensi
- 3 Polresta Bukittinggi giatkan pengawasan objek wisata selama liburan
- 4 Cegah Kepunahan, Karantina Kepri Lepasliarkan 1.200 Burung ke Alam
- 5 Sebanyak 56 Persen Listrik Tiongkok Bersumber dari Energi Terbarukan
Berita Terkini
- Semoga Ini Jadi Awal Perdamaian, Bangkok Konfirmasi Pembebasan Lima Sandera Thailand di Gaza
- Ini Caranya, Wamentrans Optimistis Indonesia Dapat Jadi Lumbung Pangan Dunia
- Semoga Dihukum Berat Pelakunya, Oditur Serahkan Perkara Penembakan Bos Rental ke Pengadilan Militer
- Ini Alasannya Kenapa Kementerian PU Akan Larang Penambangan di Sungai Progo
- Ini Penjelasan Dokter Spesialis, Ternyata Marah-marah Bukan Penyebab Seseorang Alami Hipertensi