Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Literasi Keuangan I Pengawasan OJK Lemah, Peminjam Macet di Bawah 19 Tahun Melonjak

“Paylater" Giring Generasi Muda Lebih Banyak Berutang

Foto : ISTIMEWA

Ilustrasi Pay Later

A   A   A   Pengaturan Font

» Perbankan dan perusahaan pembiayaan untuk lebih bertanggung jawab dalam menawarkan produk seperti BNPL.

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta tidak membuat aturan yang terlalu liberal (terbuka) terutama yang berkaitan partisipasi generasi muda dalam sistem pembayaran. Upaya membuat aturan yang terlalu longgar dengan maksud untuk memperdalam literasi, malah bisa berdampak pada upaya menggiring generasi muda lebih banyak belajar berutang, ketimbang mengajarkan mereka untuk kreatif dan produktif. Menanggapi melonjaknya pengguna layanan Buy Now Pay Later (BNPL) yang banyak ditawarkan pelaku jasa keuangan, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengakui kalau anak muda berpotensi terjebak dalam utang berlebihan (over-indebtedness) jika penggunaan BNPL tidak diawasi dengan lebih ketat.

"Kami meminta perbankan dan perusahaan pembiayaan untuk lebih bertanggung jawab dalam menawarkan produk seperti BNPL. Potensi utang yang terlalu besar bagi anak muda menjadi perhatian utama kami," ujar Friderica dalam keterangannya pada akhir pekan lalu. Fenomena itu juga menimbulkan kekhawatiran, terutama di kalangan ahli ekonomi, termasuk Sekretaris Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) DIY, Y Sri Susilo. Menurutnya, salah satu akar permasalahan over-indebtedness di kalangan anak muda adalah rendahnya literasi keuangan dan kurangnya regulasi yang memadai terkait layanan keuangan berbasis kredit.

"Anak muda sering kali terjebak dalam utang karena minimnya pemahaman tentang manajemen keuangan. Literasi keuangan di Indonesia masih perlu ditingkatkan, terutama bagi generasi muda yang baru mengenal layanan seperti BNPL," kata Sri Susilo. Dia juga menyoroti beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah anak muda terjerumus dalam utang berlebihan. Salah satunya adalah dengan meningkatkan literasi keuangan sejak dini.

Negara-negara seperti Inggris dan Australia telah menunjukkan bahwa memasukkan edukasi keuangan dalam kurikulum sekolah dapat membantu masyarakat muda memahami risiko utang dan cara mengelola keuangan secara lebih bijak. Dia juga menyarankan agar regulasi lebih ketat diterapkan dalam penawaran BNPL. Ia mencontohkan pengalaman Swedia, di mana perusahaan diwajibkan untuk melakukan pengecekan kelayakan kredit secara menyeluruh sebelum menawarkan layanan BNPL.

"Ini bisa menjadi contoh yang diterapkan di Indonesia untuk memastikan anak muda tidak berutang di luar kemampuan mereka untuk membayar," lanjutnya. Ia juga meminta pembatasan suku bunga dan denda keterlambatan. Di beberapa negara seperti Jerman, suku bunga yang diterapkan untuk layanan BNPL diatur secara ketat, sehingga pengguna tidak terbebani dengan biaya tambahan yang berlebihan. Poin lainnya yang disampaikan Sri Susilo adalah pentingnya transparansi dalam penawaran layanan BNPL.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top