Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pandemi Semakin Membuktikan akan Vitalitas Kebutuhan Rumah

Foto : ISTIMEWA

Selama masa pandemi rumah menjadi pusat kegiatan manusia seperti bekerja, sekolah, atau olahraga. Ini membuktikan rumah sangat vital.

A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Aloysius Widiyatmaka

Kebutuhan manusia tak terbatas, setelah yang satu terpenuhi, selalu muncul yang lain. Demikian seterusnya. Namun secara klasik kebutuhan bisa dikategorikan menjadi primer, sekunder, tersier dan seterusnya. Kebutuhan disebut primer karena pemenuhannya tak dapat ditunda agar kehidupan berjalan layak. Bahkan, berhubungan dengan kelangsungan hidup manusia. Dengan kata lain, andai kebutuhan utama ini tidak ada, maka kelangsungan hidup seseorang terancam.

Dalam kurun lama secara tradisional: pangan, sandang, dan papan alias rumah sebagai kesatuan tak terpisahkan. Artinya, ketiga-tiganya harus bersama-sama dipenuhi agar kelangsungan hidup manusia berjalan baik. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini, rumah tak sekadar menjadi kebutuhan primer, tetapi sudah "meningkat" menjadi asasi. Pandemi telah membawa rumah menjadi hak asasi rakyat.

Apa itu hak asasi? Ini adalah hak setiap manusia yang melekat (bersama) ketika dia terlempar ke dalam eksistensi. Konsekuensinya besar sekali. Karena rumah sebagai hak asasi, maka ini harus dipenuhi negara seperti menyediakan pangan dan sandang. Tanpa rumah, hak asasi manusia Indonesia tidak terpenuhi secara menyeluruh.

Lalu bagaimana pemerintah atau negara memenuhi rumah? Dalam hal ini rakyat Indonesia boleh berbangga, setidak-tidaknya menurut klaim Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono. Dia mengatakan, Program Sejuta Rumah terus dilaksanakan di tengah pandemi agar setiap warga negara dapat memiliki dan tinggal di rumah yang layak.

Seperti diketahui, pemerintah memang pada tahun anggaran 2021 membuat Program Sejuta Rumah. Hebatnya, target terlampaui karena terbangun 1.105.707 rumah di seluruh Indonesia. Kalau benar, kita harus memberi acungan jempol.

Masyarakat juga boleh gembira karena dari waktu ke waktu program sejuta rumah lebih banyak terlewati, kecuali tahun 2020. Hal ini diharapkan dapat makin meminimalkan kekurangan stok rumah (backlog), utamanya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Memang kelompok MBR inilah yang terus terjadi backlog, bahkan akan terus naik dari kira-kira 15 juta rumah sekarang ini.

Makin Dibutuhkan

Di masa pandemi, rumah semakin dibutuhkan karena menjadi sentrum aktivitas rakyat Indonesia, bahkan dunia. Rumah kalau biasanya ada yang hanya menggunakannya untuk tidur beberapa jam saja (banyak yang ke kantor masih gelap dan pulang juga sudah gelap), kini mayoritas waktu dihabiskan di dalam rumah. Pandemi telah menyulap kegiatan manusia dari luar dibawa masuk ke dalam rumah. Hampir seluruh aktivitas luar ruang diboyong ke dalam rumah, termasuk berolah raga!

Olahraga di rumah

Orang sekarang bekerja, olah raga, berkreasi, rekreasi, berinovasi, bahkan berangan-angan (mimpi tujuan hidup) dilaksanakan di dalam rumah. Inilah yang membuat di masa pageblug Covid-19, rumah semakin dibutuhkan. Rumah juga harus dibuat senyaman mungkin agar keluarga betah berada di dalam. Berbagai cara dijalankan untuk membuat rumah nyaman ditinggali. Antara lain dengan mengubah ruangan, mengganti cat, atau menjebol sisi-sisi agar cahaya matahari masuk.

Rumah pun menjadi sekolah. Sejak pandemi, pemerintah masih tarik ulur antara Pembelajaran Tatap Muka (terbatas) dan Pembelajaran Jarak Jauh (di rumah). Sekarang ini naga-naganya banyak daerah didorong untuk PJJ karena peningkatan Varian Omicron yang amat mengkhawatirkan. Tempat-tempat isolasi mulai penuh lagi.

Data 8 Februari 2022 saja terjadi tambahan kasus Covid-19 sebanyak 37.492. Maka, jumlah kasus Covid-19 Indonesia kini mencapai 4.580.093 orang.

Begitu tingginya peningkatan kasus ini membuat sekolah harus kembali ke rumah, setelah beberapa saat dicoba PTM Terbatas. Mendikbudristek, Nadiem Makarim, membuat aturan terbaru PTM bisa dilakukan di daerah berstatus PPKM level 2 dengan 50 persen siswa.
Orang tua juga memiliki opsi untuk mengizinkan anaknya ikut PTM di kelas maupun PJJ di rumah.

Sekolah di rumah

Jadi, rumah benar-benar segala-galanya. Rumah telah sungguh-sungguh harus dimiliki setiap keluarga agar bisa beraktivitas di dalam ruangan. Inilah kenyataan berat yang harus ditanggung pemerintah untuk menyediakan hunian karena pandemi belum dapat diprediksi kapan kelar.

Dengan seluruh anggota keluarga beraktivitas di rumah juga memerlukan mitigasi agar tidak terjadi konflik antarpenghuni. Sebab tak dapat dibantah, tiap penghuni rumah memiliki kepentingan kegiatan masing-masing. Anak kecil yang belum sekolah ingin bermain. Ini bisa kontra dengan anak yang sudah sekolah dan harus PJJ. Dia dapat terganggu sang adik. Ibu dan ayah pun barangkali ada yang harus bekerja dari rumah.

Keadaan tersebut mengharuskan ayah dan ibu berpikir keras agar rumah cukup, setidaknya dicukup-cukupkan, untuk mengakomodasi aktivitas seluruh anggota keluarga. Anak yang sudah dapat berpikir (dewasa) tentu harus bertindak cerdas untuk anak-anak yang belum dewasa. Orang-orang dewasa cenderung lebih bisa diajak kompromi untuk mitigasi potensi konflik keluarga akibat semua harus diakomodasi aktivitasnya.

Mitigasi konflik termasuk harus menata ruang-ruang yang tersedia agar semua bisa beririsan dalam aktivitas, tanpa menimbulkan konflik. Ya, pandemi memang telah mengubah segala-galanya. Namun dia juga mendorong tiba-tiba orang menjadi kreatif karena terpaksa. Orang dipaksa bekerja, belajar, bermain, berolahraga, berkreasi, rekreasi, dan sebagainya di dalam ruang yang sama untuk beberapa personel. Inilah keunikan pandemi yang membuat manusia untuk lebih saling berbagi ruang dan saling menerima keadaan apa adanya.

Rumah di masa pandemi menjadi serbaguna demi kelangsungan karya, karir, kesehatan, dan keselamatan dari serangan varian Covid-19. Marilah membuat rumah sebagai istana yang indah agar semua betah di dalamnya. Rumah segala-galanya. Segala-galanya memerlukan rumah.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Aloysius Widiyatmaka

Komentar

Komentar
()

Top