Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Jaminan Sosial

Nilai Manfaat Peserta BPJS-TK Mesti Ditingkatkan

Foto : ISTIMEWA

SIMPOSIUM BPJS KETENAGAKERJAAN | Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto membuka simposium nasional bertajuk “Sudah Idealkan Manfaat dan Layanan Program BPJS Ketenagakerjaan yang Diperoleh Peserta”, di Jakarta, Selasa (24/7).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Manfaat dan nilai klaim peserta jaminan sosial ketenagakerjaan yang diselanggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS-TK) harus ditingkatkan. Peningkatan manfaat mengikuti perkembangan perekonomian.

Di sisi lain, perusahaan atau pengusaha mesti jujur untuk melaporkan gaji pekerja yang sebenarnya kepada BPJS-TK agar pekerja tidak dirugikan ketika menerima manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).

Hal tersebut disampaikan sejumlah narasumber dalam simposium nasional bertajuk "Sudah Idealkan Manfaat dan Layanan Program BPJS Ketenagakerjaan yang Diperoleh Peserta" di Jakarta, Selasa (24/7).

Hadir sebagai narasumber, di antaranya Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto, praktisi buruh dari Kofederasi Serikat Buruh Muslim Indonesia (Saburmusi), Imam Nur Achmad, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Suprayitno, dokter dari Rumah Sakit Siloan TB Simatupang, Silvia Taringan.

Imam berpendapat, nilai manfaat Jaminan Kematian (JKM) yang saat ini hanya 24 juta rupiah terlalu kecil. "Mungkin bagi pekerja di daerah nilai sebesar itu cukup, tapi untuk di Jakarta kurang," katanya.

Begitu juga dengan santunan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang sebesar 48 kali gaji dan 56 kali gaji untuk peserta yang mengalami cacat tetap masih relatif kecil. Untuk itu, dia minta segera dinaikkan lagi.

Sementara itu, Suprayitno menilai bahwa secara umum program BPJS Ketenagakerjaan sudah baik. Kendati demikian, ia meminta agar terus ditingkatkan baik pelayanannya maupun manfaat yang diterima peserta.

Ia juga mengusulkan agar kebijakan pencairan dan JHT dikembalikan ke filosofi dasarnya, yakni baru bisa dicairkan atau diambil setelah lebih dari 20 tahun kepesertaan atau setelah mencapai akhir kepesertaanya.

Selain itu, Prayitno juga mengusulkan agar program Jaminan Pensiun jangan mengacu pada usia yang ditetapkan pemerintah. "Harusnya mengacu pada usia produktif yang setiap profesi berbeda-beda," tandasnya.

Silvia menambahkan, BPJS Ketenagakerjaan masih perlu mengintensifkan sosialisasi programnya, baik ke perusahaan-perusahaan maupun masyarakat umum. Sebab, menurut dia, berdasarkan pengalamamnya hampir 80 persen peserta JKK yang dirujuk ke RS Siloam TB Simatupang belum mengetahui manfaat program jaminan sosial ketenagakerjaan.

"Diperlukan sosialisasi intensif ke masing-masing perusahaan agar setiap pekerja menyadari nilai plus dari Jaminan Kecelakaan Kerja," katanya.

Naikkan Manfaat

Menanggapi hal tersebut, Dirut BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto, mengatakan hahwa pihaknya memang telah berencana menaikkan sejumlah manfaat nilai klaim dan peningkatan layanan tanpa menuntut kenaikan iuran.

"Kami tidak berpikir dan tidak ada wancana menaikkan iuran, tetapi kami sedang berpikir untuk menaikkan manfaat. Misalnya, peningkatan nilai manfaat klaim JKM juga menaikkan nilai manfaat beasiswa untuk anak peserta yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja," paparnya.

Ia menjelaskan, saat ini ahli waris (anak) peserta yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja mendapat beasiswa 12 juta rupiah. Menurut Agus, nilai ini akan ditingkatkan, dan jumlah anak yang mendapat beasiswa dari satu menjadi dua anak sampai lulus sarjana.

Begitu pula nilai manfaat untuk peserta pekerja migran Indonesia atau TKI juga akan ditingkatkan.

Untuk itulah, pihaknya dalam simposium ini mengumpulkan para pemanggku kepentingan untuk menemukan titik ideal peningkatan manfaat program BPJS Ketenagakerjaan. eko/Ant/E-3

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top