Nara, Kota Kuno dengan Arsitektur Megah
Foto: afp/ Behrouz MEHRIKota Nara di Jepang memiliki delapan Situs Warisan Dunia UNESCO. Hal ini menjadikannya sebagai salah satu tempat terbaik untuk menikmati arsitektur Jepang kuno.
K
ota Nara yang terletak sekitar 30 kilometer di selatan Kyoto ini tadinya merupakan ibu kota Jepang kuno yang dibangun pada antara tahun 710 dan 784 masehi (M). Nama kota ini berasal dari Periode Nara yang berkuasa antara 710-794 M.
Kota yang pernah dinamai Heijokyo atau Heijo pada abad ke-8 M ini dimodelkan seperti ibu kota Dinasti Tang di masa Tiongkok kuno. Tidak heran kota ini menjadi kota yang mengesankan dengan istana kerajaan yang besar, jalan yang lebar, dan banyak kuil penting.
Saat ini, Nara memiliki delapan Situs Warisan Dunia UNESCO, menjadikannya salah satu tempat terbaik untuk menikmati arsitektur Jepang kuno. Kota ini pernah dijadikan ibu kota Jepang pada tahun 710 M pada masa pemerintahan Permaisuri Gemmei yang memerintah tahun 707-715 M, meski keputusan tersebut telah dinyatakan dalam dekrit kerajaan tahun 646 M sebelum ia memerintah.
Ibu kota sebelumnya berada di Fujiwara sekitar 20 kilometer ke selatan, tetapi Nara memiliki keuntungan karena letaknya lebih sentral di sebelah selatan Kyoto modern. Tempat ini pun memiliki akses sungai ke laut antara Jepang dan daratan Asia.
Hingga saat itu, pergantian ibu kota secara berkala telah menjadi ciri kehidupan istana, karena istana kerajaan dan ibu kota politik selalu satu dan sama. Ketika seorang kaisar meninggal, istana dianggap tidak suci dan dicari lokasi baru. Para sejarawan kemudian memberi nama ibu kota baru itu pada periode 710 hingga 794 M, meskipun selama dekade terakhir, kota itu bukan lagi kota terpenting di Jepang.
Nara dibangun berdasarkan model Chang'an, ibu kota Tang, dan karenanya memiliki tata letak kisi-kisi yang teratur dan jelas, dua bagian yang simetris, dan bangunan-bangunan umum yang akrab dengan arsitektur Tiongkok. Satu perbedaan signifikan dari kota-kota Tiongkok adalah Nara tidak memiliki tembok kota, meskipun memiliki dua gerbang simbolis yaitu Rashomon di selatan dan Suzakumon di utara.
Bangsawan di Nara memiliki tempat tinggal mereka sendiri yang besar, biasanya bergaya Jepang lantai papan kayu, rangka penyangga kayu, dan atap sirap atau jerami. Ukurannya ditentukan secara ketat oleh pangkat sosial pemiliknya. Dengan jalan yang lebar dan arsitektur yang rendah, kota itu akan terasa sangat terbuka.
Sebuah istana kerajaan yang luas yang terdiri dari dua bangunan dibangun dan birokrasi negara diperluas hingga sekitar 7.000 pegawai negeri. Kaisar Shomu yang memerintah 724-749 M, membuat kompleks istana itu semakin megah. Jumlah penduduk Nara mungkin mencapai 200.000 jiwa pada akhir abad ke-8 M.
Sebuah universitas yang didedikasikan untuk tradisi Konfusianisme didirikan segera setelah pemindahan ibu kota. Di sana, para pemuda dilatih untuk menjadi pejabat di birokrasi negara dengan mempelajari bahasa Mandarin, matematika, dan teks-teks Konfusianisme klasik serta prinsip-prinsipnya yang relevan dengan pemerintahan.
Pada tahun 728 M, kurikulum diperluas untuk mencakup sastra dan hukum Tiongkok. Selain mahasiswa, pejabat pemerintah, dan anggota istana beserta pembantu rumah tangga mereka, populasi kota itu membengkak karena banyaknya orang asing, terutama dari Tiongkok dan Korea.
Pada sejarawan berpendapat 20-30 persen penduduk yang menetap di Nara adalah orang non-Jepang dengan keterampilan menenun sutra, pengerjaan logam, konstruksi, dan seni yang sangat dibutuhkan. Dengan demikian, total populasi Nara mungkin mencapai 200.000 jiwa pada akhir periode itu, dan mencakup wilayah seluas 5 x 4 kilometer, jauh lebih besar dari kota pendahulunya, Fujiwara.
Saat itu istana kekaisaran Jepang sempat dilanda konflik internal untuk mendapatkan dukungan dan posisi di antara kaum bangsawan. Kaisar Kammu yang memerintah 781-806 Masehi juga khawatir tentang pengaruh yang semakin besar dari biara-biara Buddha yang kuat di sekitar kota itu.
Oleh karena itu, Kammu memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke Nagaokakyo pada tahun 784 M. Namun kemudian ia memindahkan ibukota lagi setelah beberapa kematian yang tidak menyenangkan di istana, hingga akhirnya memindahkannya lagi ke Heiankyo (Kyoto) pada tahun 794 M.
Ini adalah awal Periode Heian yang berlangsung hingga abad ke-12 M, dan Heiankyo akan tetap menjadi ibu kota Jepang selama seribu tahun berikutnya. Populasi Nara menurun dengan cepat tetapi kota itu akan tetap menjadi tempat ziarah berkat kuil-kuilnya yang indah, dan meskipun kota itu sangat menderita pada tahun pertama Perang Genpei (1180-1185 M).
Setelah perang usai pekerjaan restorasi dilakukan segera dilakukan. Saat ini kota Nara itu tetap menjadi salah satu objek wisata utama Jepang karena contoh-contoh seni dan arsitektur kunonya. Nara saat ini memiliki banyak contoh arsitektur Jepang kuno meskipun di antaranya hasil rekonstruksi, seperti bangunan istana, kuil, aula, pagoda, dan gerbang monumental. hay/I-1
Berita Trending
- 1 Regulasi Baru, Australia Wajibkan Perusahaan Teknologi Bayar Media Atas Konten Berita
- 2 Ini yang Dilakukan Pemkot Jaksel untuk Jaga Stabilitas Harga Bahan Pokok Jelang Natal
- 3 RI Harus Antisipasi Tren Penguatan Dollar dan Perubahan Kebijakan Perdagangan AS
- 4 Kemendagri Minta Pemkab Bangka dan Pemkot Pangkalpinang Siapkan Anggaran Pilkada Ulang Lewat APBD
- 5 Terapkan SDGs, Perusahaan Ini Konsisten Wujudkan Sustainability Action Plan
Berita Terkini
- Bom Meledak di Sebuah Festival di Thailand, 3 Orang Tewas Puluhan Terluka
- Ferrari Berambisi Rebut Gelar Konstruktor pada F1 2025
- Indonesia-AS Mitra Strategis dalam Memajukan Demokrasi dan Perdamaian
- TikTok Kalah dalam Pengadilan Banding untuk Menghentikan Pelarangan AS
- Olahraga Jangan Berlebihan, Istirahat 6-8 Pekan Penting Agar Hasilnya Maksimal