Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 04 Jan 2025, 01:05 WIB

MPR RI Menilai Putusan MK soal Penghapusan “Presidential Threshold” sesuai Amanat Reformasi seperti yang Ada di UUD 45

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah)

Foto: ANTARA/Fauzan

JAKARTA – MPR RI menyambut positif Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold karena merupakan amanat reformasi yang selama ini konsisten diperjuangkan dalam berbagai agenda dan kebijakan politik.

1735913619_77af0bfd0ad37597bd42.jpg

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra (kedua kiri), Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (kiri), Arief Hidayat (kedua kanan) dan Guntur Hamzah (kanan) memimpin sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1).MK menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diputuskan dalam sidang pamungkas atas perkara 62/PUU-XXII/2024.

“Dalam UUD NRI 1945 sangat jelas bahwa calon presiden dan wakil presiden diusung oleh partai politik dan atau gabungan partai politik. Apa yang diputuskan MK sesungguhnya menegaskan apa yang termaktub dalam UUD NRI 1945,” kata Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno di Jakarta, Jumat (3/1).

Dia menjelaskan sejak awal pihaknya memperjuangkan agar ruang demokrasi dibuka seluas-luasnya dengan memberikan kesempatan pada putra-putri terbaik bangsa sebagai capres dan cawapres. “Sudah seharusnya pemilihan presiden menjadi ruang adu ide dan gagasan putra-putri terbaik bangsa yang diajukan melalui partai politik dan tidak dihalangi oleh ambang batas,” ujarnya.

Selain itu, Eddy mengatakan dengan semakin terbukanya kesempatan bagi putra-putri terbaik bangsa untuk maju dalam pilpres maka rakyat memiliki kesempatan untuk memilih yang terbaik diantara kandidat-kandidat terbaik.

“Keputusan MK ini memberikan kedaulatan yang lebih luas untuk rakyat sebagai pemilih dalam memutuskan yang terbaik,” pungkas dia.

Sebelumnya, MK memutuskan penghapusan ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

MK memandang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon. Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

Harapan Publik

Peneliti Hukum dan Regulasi Celios (Center of Economic and Law Studies) Muhamad Saleh mengatakan sikap progresif MK dalam putusan ini memiliki cukup alasan karena tingginya atensi dan harapan publik untuk mendorong reformasi pemilu melalui jalur peradilan.

Sejak didirikan pada 13 Agustus 2003, MK telah menangani berbagai pengujian undang-undang, namun UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) menjadi yang paling sering diuji, mencakup 152 perkara. Pasal 222 menjadi fokus utama sengketa hukum, dengan 32 perkara yang telah diputus dan tiga kasus lain yang sedang diproses. Dominasi pengujian terhadap pasal ini mencerminkan tingginya potensi kontroversi serta tantangan konstitusional yang terus berulang. Di saat yang sama, pembentuk undang-undang (DPR-Presiden) tidak ingin merubah pendirian yang terus mempertahankan presidential threshold.

“Keberadaan presidential threshold memberikan “golden ticket” kepada partai politik besar yang menciptakan dominasi yang mengarah pada konsentrasi kekuasaan dalam pemilu, sehingga membatasi ruang kompetisi yang sehat dan merugikan prinsip demokrasi,” tegas Saleh.

Sementara itu, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Bina Nusantara (Binus) Malang, Frederik M. Gasa mengatakan putusan MK tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden bisa jadi adalah berkah bagi masyarakat Indonesia, terutama dalam konteks demokrasi.

“Melalui putusan ini, setiap kita memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menjadi the next orang nomor satu dan dua di negeri ini,” ungkap Frederik. 

Redaktur: Sriyono

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.