
Agar Tak Makin Bebani Keuangan Negara, Prioritaskan MBG untuk Siswa yang Membutuhkan!
Program MBG I Siswa Kelas 1 SDS Barunawati Yayasan Sekar Laut Pelni, Slipi, Jakarta Barat, menikmati makanan pada hari pertama pelasanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Senin (6/1).
Foto: Koran Jakarta/M. FachriJAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) seharusnya diprioritaskan bagi siswa dari keluarga kurang mampu. Selain lebih efektif, langkah tersebut dinilai sebagai solusi tepat agar tidak terlalu membebani keuangan negara.
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Wisnu Setiadi Nugroho menyebut program berskala nasional itu berisiko mengalami pemborosan karena sifatnya yang universal, dimana anak-anak dari keluarga mampu pun menerima manfaatnya meskipun sebenarnya tidak membutuhkan. "Sulitnya pemantauan terhadap kualitas makanan juga menjadi tantangan tersendiri. Sulit untuk memastikan bahwa setiap makanan yang disajikan benar-benar memenuhi standar gizi dan kualitas yang ditetapkan," ujar dia di Yogyakarta, Selasa (11/3).
Dengan anggaran yang terbatas, menurut dia, program itu sebaiknya difokuskan pada anak-anak dari keluarga kurang mampu terlebih dahulu. Selain itu, Wisnu juga mengusulkan alternatif lain seperti pemberian subsidi bahan pangan bagi keluarga miskin, voucher makanan, atau insentif bagi sekolah untuk menyediakan makanan bergizi dengan pendanaan yang lebih fleksibel.
Menurut dia, tantangan utama dari program ini bukan hanya persoalan anggaran, tetapi juga aspek distribusi dan pengadaan bahan makanan. Dia menilai pemerintah bisa mengambil pelajaran dari negara-negara lain yang telah menjalankan program serupa dengan lebih efektif.
Di Amerika Serikat, misalnya, program makan gratis di sekolah menjadi bagian dari kebijakan nasional dengan skema Farm to Table dengan didanai oleh Sustainable Agriculture Research and Education (SARE) dan melibatkan petani, peternak, pendidik, serta komunitas lokal untuk memastikan distribusi makanan lebih merata dan efisien.
"Program ini bertujuan untuk mengembangkan sistem distribusi yang lebih inovatif, memberikan akses terhadap makanan lokal yang bergizi kepada anak sekolah, serta membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi daerah sehingga ongkos logistik lebih murah dan kesejahteraan masyarakat lebih terjamin," ujar dia.
Selain itu, program "National School Lunch Program (NSLP)" yang diterapkan di AS juga bisa menjadi referensi bagi pemerintah Indonesia. Program ini berfokus pada anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah dan memiliki standar gizi ketat sesuai dengan Healthy, Hunger-Free Kids Act (HHFKA) 2010.
"Pemerintah mengalokasikan anggaran khusus untuk mendukung program ini, dengan melibatkan dapur dan pemasok makanan lokal yang terpercaya agar kualitas gizi tetap terjaga," ujar Wisnu.
Jamin Keberlanjutan
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto mengajak pelaku usaha untuk bergotong royong mendukung kesuksesan program MBG yang berjalan sejak 6 Januari 2025. Dalam pertemuan tersebut, Presiden menjamin keberlanjutan program MBG untuk anak-anak Indonesia.
Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Dedek Prayudi menyebut Badan Bergizi Nasional (BGN) terus memperluas cakupan layanan melalui penambahan satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) di semua provinsi. Dapur MBG yang saat ini tersebar di 38 provinsi sudah melayani lebih dari 2.000.000 penerima manfaat, yaitu anak sekolah, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.
"Kami harapkan, pas 3 bulan ke depan, atau memasuki bulan April nanti, ekspansi SPPG dapat maksimal hingga target 3.000.000 penerima manfaat tercapai," kata Dedek.
Berita Trending
- 1 Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap Interpol
- 2 Didakwa Lakukan Kejahatan Kemanusiaan, Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap
- 3 Luar Biasa, Perusahaan Otomotif Vietnam, VinFast, Akan Bangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum hingga 100.000 Titik di Indonesia
- 4 Kerusakan Parah di Hulu Sungai Ciliwung, Sungai Bekasi dan Sungai Cisadane
- 5 KAI Daop 6 Menggandeng Kejaksaan untuk Menyelamatkan Aset Negara di Sleman