Mohenjo Daro, Peradaban Maju di Lembah Indus
Foto: ASIF HASSAN / AFPSatu abad setelah penemuan di Lembah Sungai Indus, para ahli masih kesulitan mengungkap cerita masa lalu dari Mohenjo Daro meski sedikit wawasan baru telah diperoleh. Salah satu faktornya peneliti masih belum mengetahui cara mengurai naskah yang ditemukan.
Ketika piramida pertama sedang dibangun di Mesir, sebuah kota modern muncul di anak benua India, tepatnya di berada di wilayah Pakistan. Bahkan ketika negara ini sedang bersiap untuk merayakan satu abad penemuan Mohenjo Daro pada 2022 ini, masih banyak misteri yang belum terpecahkan.
Dari peninggalan fisik yang ada, Mohenjo Daro termasuk sudah cukup maju. Setiap rumah telah memiliki kamar mandi dan toilet, pembuangan sampah komunal di sudut-sudut jalan, terdapat sumur lebih dari 700 untuk kebutuhan air bersih, dan sistem drainase yang canggih.
Mohenjo Daro adalah salah satu pemukiman terbesar peradaban Lembah Indus, yang membentang lebih dari satu juta kilometer persegi, meliputi wilayah Pakistan, Afghanistan dan India saat ini. Peradaban masyarakat yang berdiri pada 2.500 SM bahkan disebut lebih maju dari kondisi saat ini.
Hasil penggalian juga menemukan Mohenjo Daro, Harappa, dan pemukiman Indus lainnya membantu peneliti dalam membangun teori yang luar biasa, bahwa aksara Indus, salah satu sistem penulisan tertua di dunia, muncul secara mandiri, tanpa dipengaruhi peradaban lain.
Pakistan kini ingin membangkitkan kembali peradaban masa lalu itu. Nantinya wisatawan dapat berjalan pada kisi-kisi Mohenjo Daro, menyentuh dinding zaman perunggu yang dibangun dari batu bata. Pemandian besar satu-satunya monumen di kota ini akan diisi kembali. Gerobak yang ditarik sapi akan melanjutkan perjalanannya di jalan yang bergelombang.
Namun menbangkitkan ingatan masa lalu perlu menunggu. Penggalian di Pakistan selatan, termasuk di Mohenjo Daro, bukan harus menunggu karena pandemi, namun karena pendanaan dan kondisi tanah tidak mendukung. Para arkeolog masih berdebat apakah kondisi tanah mendukung penggalian yang lebih cepat atau tidak sama sekali.
Dalam sejarahnya, Harappa merupakan kota Indus pertama yang ditemukan pada abad 19. Kota ini termasuk yang akan digali secara sistematis. Selanjutnya Mohenjo Daro dilaporkan ditemukan pada 1922 oleh sejarawan India dan ahli arkeologi, Rakhaldas Bandyopadhyay, yang melakukan perjalanan untuk mencari relik Buddha.
Konstelasi Perkotaan
Survei Arkeologi India awalnya menyebutnya sebagai "Mohenjo Daro," sebuah frasa Sindhi yang berarti "gundukan Muhain (mati)." Belakangan namanya berubah menjadi "Mohenjo Daro" yang artinya gundukan pengelana yang bahagia.
Sampai saat ini tidak diketahui nama asli untuk Mohenjo Daro, yang pernah makmur pada masanya. Bahkan jika prasasti yang ditemukan di kota mengatakan apa namanya, masih perlu diuraikan lagi.
Namun yang jelas peradaban Lembah Indus adalah konstelasi perkotaan paling awal yang diketahui di anak benua India. Peradaban ini bertahan hingga setidaknya 1.700 SM sebelum ditinggalkan karena beberapa alasan.
Penggalian Mohenjo Daro dimulai setelah penemuannya tetapi eksplorasi arkeologi yang lebih profesional dilakukan antara 1922-1930 di bawah Sir John Marshall, Direktur Jenderal Survei Arkeologi India (1906-1928). Hasilnya masyarakat saat itu telah menguasai tata kota dan pengairan yang canggih.
Mereka telah menguasai metalurgi dan memiliki tulisan. Pada Neolitik awal, orang-orang Indus diperkirakan secara mandiri menjinakkan hewan yang sama seperti di Timur Dekat berupa kambing dan sapi, lalu domba, serta hewan lokal seperti auroch India yang konon merupakan nenek moyang zebu modern, dan air kerbau. Hal ini didukung oleh penemuan di Mehrgarh, sebuah desa pertanian Neolitik yang berusia 10.000 tahun di tepi Sungai Bolan di Baluchistan, Pakistan.
Sejauh mana peternakan dan budidaya tanaman dikembangkan secara mandiri di Lembah Indus dan berapa banyak yang dipelajari dari tempat lain masih diperdebatkan. Tapi masyarakat Lembah Indus, Mesir dan Mesopotamia, yang berdiam di lembah sungai, diketahui telah menggunakan sistem timbangan dan pengukuran sistematis, untuk memfasilitasi perdagangan jarak jauh, dan menciptakan masyarakat yang hidup harmonis.
Suku Indus, telah membangun jaringan perdagangan internasional dan mendirikan koloni pedagang di wilayah asing. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya segel dengan aksara Indus di Teluk Arab, Kota Ur di Mesopotamia atau Irak saat ini, dan di Lothal, Gujarat, India. hay/I-1
Alasan Ditinggalkan Masih Belum Jelas
Informasi tentang masa lalu Lembah Indus dan peradaban Mohenjo Daro dari naskah yang ada, tidak banyak diperoleh. Evolusi aksara Indus tetap membingungkan. Tulisannya sering diasosiasikan dengan bangsa Sumeria di sepanjang sungai Tigris dan Efrat di Mesopotamia selatan, orang Mesir kuno di sepanjang Sungai Nil, dan orang Tiongkok kuno di sepanjang Sungai Huang He.
Tetapi meskipun tulisan Mohenjo Daro memiliki beberapa unsur yang sama, bentuk aksara Indus memiliki unsur-unsur unik, yang menunjukkan bahwa aksara tersebut mungkin dikembangkan mandiri. Umumnya tulisan ditemukan pada tembikar.
"Usia paling awal berasal dari 6.500 tahun yang lalu dan ditemukan di Harappa, dan tulisan yang lebih jelas muncul sekitar 5.300 tahun yang lalu," kata Jonathan Mark Kenoyer dari University of Wisconsin, seorang ahli di Lembah Indus.
Periode ini, kata dia, sama dari proto-cuneiform yang muncul di Mesopotamia dan tulisan hieroglif di Mesir. Namun aksara Indus yang lebih teratur menggabungkan beberapa tanda pembuat tembikar awal tetap digunakan sampai sekitar tahun 1850 SM, mungkin lebih lama.
"Skrip Indus terdiri dari kumpulan tanda-tanda piktograf dan motif manusia dan hewan, termasuk unicorn," kata Dr Asma Ibrahim, direktur Museum Bank Negara dan seorang arkeolog terkenal di Pakistan, yang percaya itu adalah bentuk paling awal dari menulis, seperti dikutip Haaretz.
"Sebagian besar huruf prasasti itu singkat rata-rata lima tanda. Tulisan terpanjang yang pernah ditemukan sampai saat ini hanya 27 huruf. Mereka kebanyakan ditemukan pada segel stempel datar, peralatan, tablet, ornamen dan tembikar," kata dia.
Mengapa bisa demikian, rahasia sampai saat ini belum terungkap. "Masyarakat di masa lalu selalu menjadi teka-teki," kata Dr Kaleemullah Lashari Ketua Dewan Manajemen untuk Benda Purbakala & Warisan Fisik, Pemerintah Sindh.
"Dalam situasi seperti itu prasasti selalu sangat membantu dalam memberikan dasar untuk pemahaman sistem kepercayaan kuno, dinasti, sistem administrasi, kelompok penguasa, hukum yang mengatur, dan sebagainya," imbuh Lashari.
"Untungnya (di Mohenjo Daro) para ekskavator menemukan sejumlah besar segel dan benda-benda lain yang terdiri dari tanda-tanda Indus, tetapi itu telah berubah menjadi frustasi mereka, ketika tanda-tanda ini tidak dapat dibaca atau dijelaskan," ucap dia.
Beberapa cendekiawan menyatakan, aksara lembah Indus umumnya digunakan oleh kaum elit untuk mencatat dan mengontrol transaksi yang bersifat ekonomi, sebagai alat administrasi, dan untuk tujuan keagamaan.
"Kelompok cendekiawan lain percaya itu digunakan sebagai tanda identifikasi, seperti yang kebanyakan ditemukan pada segel. Itu mungkin digunakan sebagai jimat," tambah Lashari.
Di Mohenjo Daro tidak ada informasi yang setara dengan Batu Rosetta, sebuah kunci untuk menafsirkan hieroglif Mesir kuno, telah ditemukan. "Sejauh ini peneliti hanya mengetahui aksara ditulis dari kanan ke kiri, seperti juga bahasa Ibrani dan Arab," menurut Profesor Iravatham Mahadevan, yang juga menguraikan prasasti-prasasti Tamil-Brahmana kuno.
Atta Muhammad Bhanbhoro, seorang penulis Sindhi terkemuka, sejarawan dan penerjemah, menyetujui Lashari. "Orang-orang Indus adalah penulis kiri. Pada prasasti di tembikar dan batang kulit, tanda di sebelah kiri tumpang tindih. Ini jelas menunjukkan bahwa tanda di sebelah kanan ditulis terlebih dahulu dan diikuti oleh tanda di sebelah kiri, " ujar dia.
Ia menilai, kombinasi simbol fonetik, dan piktograf orang, hewan, bangunan, dan bahkan bukit menunjukkan bahwa tulisan itu diatur oleh tata bahasa. "Ada yang pola geometrisnya bercampur dengan tanda kursif yang mirip huruf Romawi [kemudian] seperti E, H, U, V, W, X dan Y. Ada tanda linier I, II, III, IIII, dan seterusnya yang merupakan singkatan dari bilangan kardinal dari 1 hingga 12 dan 24," papar dia.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya mengapa kota-kota peradaban Indus pada akhirnya ditinggalkan? Umumnya kota ditinggalkan karena terjadi kehancuran karena bencana, namun para ahli gagal menemukan bukti kehancuran.
Sebuah makalah di Nature Scientific Reports pada 2015 memaparkan hasil temuan di Bhirrana, India, tekanan, perubahan pola makan dengan kedatangan beras dari Asia Timur mendorong proses de-urbanisasi secara bertahap.
Diperlukan penggalian lebih lanjut dapat memberikan petunjuk baru, di tengah kondisi yang rapuh. Panitia Konsultasi Teknis Mohenjo Daro telah menyiapkan rencana untuk teknologi baru, yang tersedia, untuk meningkatkan penyelidikan non-destruktif. Hal ini diharapkan akan memperluas pemahaman tentang Mohenjo Daro kuno dan masa berakhirnya. hay/I-1