Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pemerintah

Menkeu: Stabilitas Harga Komoditas Turunkan Inflasi "Volatile Food"

Foto : ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA

RAPAT KERJA I Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) berbincang dengan Ketua Banggar DPR Said Abdullah mengikuti rapat kerja Pembicaraan TK.1/ Pembahasan RUU tentang pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN tahun 2021 dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/9).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menyatakan pengembangan komoditas yang bisa dilakukan secara mandiri di dalam negeri, seperti cabai, telah berhasil menurunkan tingkat inflasi pada harga bergejolak atauvolatile foodpada Agustus 2022.

"Kemarin memang meningkat sampai di atas 11 persen dan sekarang turun ke 8 persen. Kontribusinya sesuai diagnosa, terutama dikontribusikan oleh faktor makanan," kata Menkeu saat ditemui di Kompleks DPR, di Jakarta, Kamis (1/9).

Harga bergejolak pada Agustus 2022 secara tahunan mengalami inflasi sebesar 8,93 persen dan secara bulanan mengalami deflasi sebesar 2,9 persen.

Realisasi tersebut turun dibandingkan Juli 2022 yakni harga bergejolak secara tahunan mengalami inflasi sebesar 11,47 persen dan memiliki andil terhadap keseluruhan inflasi 4,94 persen (yoy) sebesar 0,25 persen.

Menkeu mengatakan penurunan ini menunjukkan bahwa inflasi sempat meningkat karena dikontribusikan darivolatile foodyang sangat bergantung pada kondisi global. Di sisi lain, dia menegaskan faktorvolatile foodsaat ini sudah dapat dikendalikan secara relatif cepat, terutama dari sisi komoditas cabai.

Jumlah Memadai

Lebih jauh, Menkeu menjelaskan sebagian besar komoditas bisa diproduksi di dalam negeri secara baik dengan harga terjangkau dan jumlah memadai sehingga bisa menstabilkan harga.

Bahkan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sudah meminta para kepala daerah, Menteri Pertanian, dan Menteri Perdagangan untuk melihat keseluruhan faktor-faktor yang menyumbang inflasi.

Pemerintah diminta menggunakan instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk transfer ke daerah (TKD). Bahkan, pemerintah daerah juga mendapat dana transfer dari pusat dalam bentuk dana tak terduga yang bisa secara fleksibel digunakan untuk meredam kenaikan harga komoditas.

"Dari faktor makanan yang memang bisa diatasi secara relatif cepat seperti cabai dan lain-lain itu sekarang menjadi fokus dari tim pengendalian inflasi di pusat dan daerah," ujarn Sri Mulyani.

Terlebih lagi beberapa komoditas bisa dikembangkan dan diproduksi secara mandiri di dalam negeri sehingga akan semakin menstabilkan inflasi ke depan terutama dari sisi harga bergejolak.

Meski demikian, Menkeu tetap mewaspadai inflasi darivolatile foodini mengingat ada beberapa komoditas yang memang tidak diproduksi dalam negeri seperti gandum dan kedelai sehingga akan sangat terpengaruh dari gejolak global.

"Seperti minyak goreng meski itu adalah CPO kita punya, tapi subtitusinya adalahsun floweryang diproduksi Ukraina. Jadi berbagai dinamika itu yang harus kita antisipasi," jelas Sri Mulyani.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pemerintah saat ini berfokus menurunkan inflasi dari harga komoditas bergejolak (volatile food) dari besaran saat ini di 11 persen.

"Kita berharap bahwa ini angkanya dari kemarinvolatile foodyang di atas 11 persen bisa turun lebih rendah lagi," kata Airlangga saat ditemui usai Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022 di Istana Negara, Jakarta.

Menurut Airlangga, beberapa harga barang yang temasukvolatile food,seperti beras, gula, cabai, bawang merah, dan minyak goreng sudah menurun.

"Saat sekarang beberapavolatile foodsudah mulai turun, apakah itu beras, kemudian gula, cabai, bawang merah, kemudian minyak goreng, seluruhnya ini sudah turun," ujarnya.

Selain di komoditas pangan, Airlangga mengatakan pemerintah juga akan berupaya menjaga tekanan inflasi dari komoditas energi yang terdampak tekanan rantai pasok di pasar global.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top