Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Jum'at, 25 Agu 2017, 01:00 WIB

Menikmati Pasar Malam di China Town Bandung

» Sejumlah pengunjung antre hendak memasuki China Town Bandung di kawasan Jalan Klenteng 41 Bandung. China Town merupakan kawasan kampung Tionghoa yang menyajikan budaya, kuliner, dan beragam memorabilia bernuansa China.

Foto: KORAN JAKARTA/Teguh Rahardjo

Menjelang malam, Jalan Kelenteng Kota Bandung semakin ramai saja. Kendaraan berjalan tersendat dari arah Jalan Sudirman atau Cibadak dan sebaliknya. Jalan yang memang dikenal dengan lokasi ibadah kelentengnya itu kini semakin macet saja.

Hal itu seiring dengan munculnya pusat wisata baru yang mengesankan budaya asal Tionghoa, namanya China Town. Tepatnya berada di Jalan Kelenteng nomor 41 Bandung. Jalan ini berada di pusat kota, tidak jauh dari Stasiun Bandung atau Jalan Asia Afrika.

Nuansa kampung China setidaknya sudah mulai terasa saat memasuki kawasan ini. Lampion warna-warna tergantung di atas jalan yang menegaskan kawasan itu mayoritas dihuni warga keturunan Tionghoa. Bau asap dupa terkadang menyengat dari sebuah vihara.

Tidak jauh dari vihara tersebut, terdapat bangunan kuno. Dalam beberapa tahun, bangunan yang diresmikan pada 19 Mei 1938 itu terkesan mati. Namun sepekan terakhir, bangunan bergaya arsitektur lama milik warga Tionghoa itu pun menjadi ramai.

Walikota Bandung, Ridwan Kamil yang meresmikan China Town pada bangunan itu. China Town ini seperti miniatur kampung pecinan dengan hiruk pikuk pasar malam. Nuansa serba merah dan bambu sangat kental di destinasi selfie terbaru di Kota Bandung ini.

Sebelum memasuki China Town, pengunjung harus membeli tiket terlebih dahulu. Hanya 10 ribu rupiah saat weekday dan 20 ribu rupiah diakhir pekan.

Awal berkeliling di China Town seluas kurang lebih satu hektare, pengunjung akan disambut dengan museum China Town. Sebuah ruangan kecil tepat di sebelah kiri dari pintu masuk berisi beragam memorabilia, asesoris dan peninggalan tua yang sehari-hari dipakai saat itu. Khususnya terkait dengan budaya dan peralatan kuliner Tionghoa.

Lalu terdapat sebuah diagram sejarah tentang perkembangan pecinan di Kota Bandung sejak 1400-an hingga awal kemerdekaan. Bagaimana warga Tionghoa pun ikut bersama-sama berjuang dalam perang kemerdekaan dan membangun ekonomi Bandung dengan perdagangan.

Lalu pengunjung akan dibawa menyusuri tenant atau toko-toko kecil yang berderet di pinggir dari luasan bangunan China Town tersebut. Huruf China yang dibawahnya tertulis huruf latin berbahasa Indonesia menamakan masing-masing toko tersebut.

Seperti toko official store dan asesoris khas China yang menjual berbagai pernak-pernik perhiasan atau hiasan dinding. Tak lupa lampion warna merah, putih, kuning dan hijau tergantung di setiap tokonya. Menambah kecerahan China Town Bandung ini.

Semakin ke bagian dalam, toko-toko yang ada menyajikan sejumlah kuliner khas dan terkenal di kawasan pecinan. Seperti toko Yusen, yang sudah dikenal ada sejak 1923. Apalagi kalau bukan Bakso Cuankie yang menarik minat pengunjung untuk mencicipinya.

Tak lupa minuman atau jajanan kembang tahu dengan sekoteng dan wedang ronde khas Jalan Cibadak dan Sudirman bisa dinikmati di sini.

Di bagian paling belakang terdapat wahana permainan anak-anak dan mushola kecil. Anak-anak dapat bermain di sini, sementara orang tuanya tentu dapat menikmati suasana dan menikmati menu-menu khas China. Atau mencoba peruntungan di pasar malamnya.

Memang ada perbedaan yang cukup mencolok. Saat memasuki China Town, di bagian kanan banyak toko yang terkesan modern, sementara di seberangnya atau di bagian kiri, lebih mirip pasar rakyat. Di sini terdapat wahana permainan lempar bola, permainan air atau jajanan jalanan khas pecinan. Seperti cakue, siomay dan lainnya.

Di bagian tengah dari China Town Bandung ini diisi oleh meja dan kursi. Sengaja disiapkan untuk para pengunjung menikmati suasana pecinan ala pasar malam. Saat malam tiba lampu warna-warni menambah semakin marak tempat ini. Sebuah panggung berukuran sedang ada di bagian ujungnya. Panggung ini sesekali diisi dengan pagelaran musik dan budaya khas Tionghoa.

Di samping panggung area kuliner khas pecinan juga menjadi tujuan bagi para pengunjung yang sudah lapar setelah berkeliling di kawasan China Town ini.

Namun yang menjadi kekurangan dari tempat selfie terbaru di Kota Bandung ini adalah kurangnya lahan parkir. Di halaman China Town hanya dapat dipakai untuk parkir beberapa kendaraan saja.

Memang tempat ini sebenarnya adalah sebuah rumah tinggal warga keturunan Tionghoa kaya, bukan sebuah tempat yang disiapkan untuk lokasi wisata atau kunjungan banyak orang.

Sehingga parkir kendaraan terpaksa dilakukan di pinggir Jalan Kelenteng. Tentunya ini menambah kemacetan di jalan tersebut. Apalagi saat malam hari, terlebih saat akhir pekan, makin ramai dan macet saja di jalan ini. tgh/R-1

Wujud Keberagaman Budaya

Konsep Chinatown didesain seperti Pecinan, memadukan unsur-unsur budaya khas Tionghoa dengan kultur Bandung yang identik dengan suasana ruang terbuka. Ornamen-ornamennya merupakan perpaduan antara ornamen Tionghoa dengan Sunda pribumi.

Ridwan Kamil yang meresmikan tempat ini mengatakan, konsep dalam China Town ini merupakan bentuk aplikasi dari keberagaman yang selama ini menjadi ciri khas Bandung. Ia mengatakan,Chinatown ini memperkuat eksistensi Kota Bandung yang sangat menghargai perbedaan.

"Keberagaman itu diwujudkan dalam toleransi beragama, kegiatan sosial sehari-hari, dan dalam kegiatan ekonomi. Ini adalah wujud keberagaman identitas dalam ekonomi," ujar Ridwan.

Ia berharap, gagasan tentang keberagaman ini bisa dipahami, tidak hanya di Kota Bandung tetapi juga di Indonesia. Ia ingin menunjukkan bahwa dengan perbedaan, kedamaian bisa tetap hadir dengan cara-cara yang baik dan mulia.

"Mudah-mudahan keberagaman ini menjadi inspirasi untuk Indonesia, bahwa Indonesia di 72 tahun merdekanya, kekuatannya datang dari keberagaman," ucapnya.

Keberagaman itu setidaknya dibuktikan dari lebih 70 kios yang berasal dari UMKM Kota Bandung ikut mengisi China Town. Isinya beragam, mulai dari kuliner, fesyen, hingga kerajinan tangan. Warga Bandung maupun wisatawan bisa mengunjungi Chinatown sambil menikmati udara Bandung yang sejuk hampir sepanjang tahun.

Sejak pembentukannya, bekerja sama dengan Yayasan Perhimpunan Sosial Masyarakat Bandung (Permaba), merancang Chinatown ini dengan menggabungkan unsur komersial dan budaya. Warga yang berkunjung tidak hanya bisa menikmati produk-produk Bandung, tetapi juga mengenal lebih dekat budaya Tionghoa.

"Mudah-mudahan inilah wujud dari semangat Pemerintah Kota Bandung dalam membangun keberagaman dengan cara-cara yang inovatif dan kreatif," katanya. tgh/R-1

Redaktur:

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.