Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
GAGASAN

Mengurangi Spiral Kekerasan

Foto : KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

Spiral kekerasan selalu membayangi bangsa dan negara seperti baru-baru ini yang menimpa Haringga Sirila (23). Supporter Persija ini menjadi korban spiral kekerasan dunia sepak bola. Dia tewas dikeroyok secara sadis sejumlah bobotoh di Bandung (23/9). Tragedi ini bukan pertama dan mungkin juga bukan terakhir, kalau dunia sepak bola tidak dikelola dengan peradaban tinggi seperti Eropa.

Spiral kekerasan ranah sepak bola, seharusnya segera dihapus dengan revolusi hukum dan etika agar pendukung tidak terus menjadi pelaku atau korban kekerasan yang mengerikan. Semua pihak harus sepakat tidak boleh ada lagi supporter menjadi korban kekerasan. Yang dimaksud revolusi hukum dan etika bagi supporter, memberlakukan hukuman berat bagi segala macam tindak kekerasan di dalam maupun di luar stadion.

Ini termasuk tidak boleh menyaksikan pertandingan di stadion seumur hidup bagi pelaku kekerasan. Di ranah politik, seperti yang telah banyak diberitakan, ratusan ribu pasukan berani mati disiapkan untuk mendukung pasangan capres-cawapres yang akan berlaga di Pilpres 2019.

Apa pun dalihnya, hal ini membuktikan proses demokrasi yang seharusnya damai, justru diwarnai embrio kekerasan yang bisa berkembang menjadi spiral kekerasan yang mengerikan. Begitulah. bangsa ini masih dibayang-bayangi spiral kekerasan, meskipun tidak ada konflik vertikal maupun horisontal.

Baca Juga :
Olahraga dan Politik

Seharusnya demokrasi tidak boleh diwarnai spiral kekerasan. Bahkan, setiap embrio kekerasan seharusnya ditabukan di ranah politik. Di dunia pendidikan, muncul pula barisan anak-anak bercadar hitam yang memegang senapan mainan dalam karnaval Agustusan lalu di Probolinggo, Jawa Timur, dan sempat viral (18/8).
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top