Mengukur Dampak Media Sosial Bagi Kesehatan Mental Remaja
Ilustrasi.
Foto: FreepikMeningkatnya jumlah remaja yang mengalami depresi, kecemasan, hingga percobaan bunuh diri dilaporkan terus meningkat selama satu dekade terakhir seiring meningkatnya paparan jumlah waktu yang dihabiskan para remaja untuk menghabiskan waktu di media sosial. Kekhawatiran seputar apakah bermain media sosial berhubungan dengan melonjaknya angka gangguan kesehatan mental pun diserukan selama beberapa tahun terakhir.
Dalam penelitian bertajuk How social media affects teen mental health: a missing link, yang dipublikasi dalam jurnal Nature, para peneliti melakukan eksperimen skala besar untuk menjawab bagaimana hubungan antara penggunaan media sosial dan perubahan kesehatan mental terhadap tahap perkembangan. Untuk mengeksplorasi asumsi tersebut, peneliti menganalisis data longitudinal dari dua kumpulan data 17.409 peserta yang telah dikumpulkan setiap tahun antara 2011 dan 2018 di Inggris. Para peserta yang ketika survei pertama dilakukan berusia antara 10 hingga 21 tahun, kemudian ditanya tentang penggunaan media sosial dan kepuasan hidup mereka, baik dalam wawancara atau kuesioner online. Hal itu dilakukan secara rutin setiap tahunnya selama tujuh tahun.
Untuk menetapkan bagaimana penggunaan media sosial dan tingkat kepuasan hidup berhubungan satu sama lain dari waktu ke waktu, para peneliti mencari hubungan antara perkiraan waktu peserta yang mereka habiskan di media sosial pada usia 10, 11, 12 dan seterusnya hingga usia 20 tahun, dan tingkat kepuasan hidup yang mereka laporkan setahun kemudian. Hasilnya, peneliti menemukan bahwa penggunaan media sosial memang memprediksi tingkat kepuasan hidup setahun kemudian. Namun perlu dicatat bahwa korelasi ini hanya berlaku untuk peserta pada tahap perkembangan tertentu.
Pada peserta perempuan, peningkatan penggunaan media sosial pada usia 11, 12 atau 13 tahun memprediksi penurunan kepuasan hidup setahun kemudian. Pola yang sama terjadi pada peserta laki-laki ketika mereka berusia 14 atau 15 tahun. Rentang usia ini sejalan dengan masa pubertas, di mana rata-rata anak perempuan memasuki pubertas lebih awal dari anak laki-laki. Peningkatan penggunaan media sosial pada usia 19 tahun pada peserta perempuan dan laki-laki juga memengaruhi tingkat kepuasan hidup yang lebih rendah setahun kemudian.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kepekaan orang terhadap lingkungan sosial daring mungkin terkait dengan perubahan perkembangan tertentu sesuai dengan apa yang kita ketahui tentang masa remaja dari studi neurokognitif dan penelitian lainnya.
Beberapa studi perkembangan-psikologi telah menunjukkan, bahwa remaja terutama mereka yang berada di awal hingga pertengahan masa remaja akan semakin mementingkan kemampuan berinteraksi dengan teman sebayanya. Mereka juga cenderung mementingkan apa yang dipikirkan teman sebayanya tentang mereka. Studi lain menunjukkan bahwa meskipun anak-anak kecil cenderung memandang diri mereka secara positif, gagasan mereka tentang diri mereka sendiri menjadi lebih selaras dengan apa yang mereka anggap orang lain pikirkan tentang mereka ketika beranjak remaja.
Pada kurun waktu inilah media sosial menyediakan cara baru bagi remaja untuk mengukur persetujuan sosial, misalnya, melalui jumlah 'suka' yang mereka terima setelah mengunggah sesuatu secara online. Bagi sebagian orang, dapat terus melacak umpan balik dari teman sebaya dapat meningkatkan kecemasan tentang harga diri atau memperkuat dampak penilaian dari teman sebaya. Beberapa peneliti telah mengusulkan bahwa inovasi digital, seperti permainan atau platform media sosial termasuk TikTok, bahkan dapat memengaruhi perkembangan rasa percaya diri remaja, bagaimana mereka memandang pendapat orang lain tentang mereka atau kebiasaan apa yang mereka kembangkan seputar penggunaan media sosial.
Namun, penelitian tersebut bukan tanpa batasan. Pasalnya, studi studi tersebut perlu direplikasi, dengan menggunakan langkah-langkah yang lebih canggih untuk melacak penggunaan media sosial dan tahap perkembangan seseorang. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa efek media sosial terhadap kesehatan mental sangat bervariasi antar individu.
Redaktur: Fiter Bagus
Penulis: Suliana
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Kunto Aji Persembahkan Video Musik "Melepas Pelukan Ibu" yang Penuh Haru di Hari Ibu
- 2 Kenaikan PPN 12% Bukan Opsi Tepat untuk Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Butuh Terobosan
- 3 Pemerintah Harus Segera Hentikan Kebijakan PPN 12 Persen
- 4 Kasihan, Mulai Tahun Depan Jepang Izinkan Penembakan Beruang
- 5 Libur Panjang, Ribuan Orang Kunjungi Kepulauan Seribu
Berita Terkini
- Pendakian Semeru Dibuka Hanya Sampai Ranu Kumbolo
- Ketegangan Politik Terus Meningkat, Presiden Sementara Korea Selatan Terancam Dimakzulkan
- Cegah Pencurian, Polres Jakbar Masih Tampung Kendaraan Bagi Warga yang Pulang Kampung
- Bandara Banyuwangi Tak Terganggu Oleh Erupsi Gunung Raung
- Model dan Sosialita AS Kendall Jenner Tunjukkan Dekorasi Natal di Rumah Mewahnya