Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menerangi Andungbiru dengan Kincir Air

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Permasalahan yang paling besar adalah saat malam hari ketika ia harus mengerjakan pekerjaan rumah atau membaca Al Quran. Rasid harus menggunakan lampu minyak yang membuat mata menjadi cepat lelah. "Dan yang paling menyebalkan adalah ketika angin bertiup sehingga kami tidak bisa belajar lagi karena lampu minyak mati. Sehingga kami mengerjakan pekerjaan rumahnya esok pagi, sebelum berangkat sekolah," cerita Rasid.

Setelah menyelesaikan sekolah dasar, Rasid pindah ke Probolinggo. Ia bekerja berbagai macam pekerjaan hingga akhirnya mengantarkannya pada sekolah kejuruan, di mana ia belajar mengenai dasar teknik industri.

Di saat yang lain, Rasid juga menjadi penarik gerobak. Tetapi kemudian ia terserang penyakit tifus yang memaksanya untuk berhenti bekerja dan sekolah di usia 19 tahun. Tidak menyelesaikan sekolah menengah atas adalah hal yang paling disesali Rasid. Namun ia tidak berhenti di sana, ia kembali pulang ke rumah dan menjadi petani seperti orang tuanya. Berladang tanaman kopi, jagung, pisang, jahe, dan cabai.

Pada 1992, Rasid mengunjungi pamannya yang bekerja sebagai supervisor perkebunan di Jember. Meskipun desa tempat pamannya berada tidak memiliki tenaga listrik seperti desanya, tetapi perkebunan tersebut memiliki lampu jalanan yang bertenaga listrik. Ia pun merasa tertarik dan mulai mencari tahu. Ternyata listrik tersebut dihasilkan kincir air tua sejak zaman Belanda.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top