Menelusuri Jejak Peradaban Megalitikum di Kampung Bena
Potret Desa Kampung Bena
Periode inilah saat manusia menggunakan batu berukuran besar sebagai pondasi dari bangunan hingga tempat beribadah kepada arwah nenek moyang. Tradisi kebudayaan ini terlihat dari bangunan batu-batu besar seperti dolmen, kubur batu, sarkofagus, punden berundak, menhir, arca, dan patung.
Masyarakat Kampung Bena mempercayai dan memuja gunung sebagai tempatnya para dewa. Mereka meyakini bahwa keberadaan Dewa Yeta yang bersinggasana di Gunung Inerie yang akan melindungi kampung mereka dari bencana.
Letak Kampung Bena berada di puncak bukit merupakan sebuah ciri khas bangunan masa lalu yang memanfaatkan tanah yang tinggi untuk mendekatkan diri dengan penguasa alam. Pintu masuk perkampungan ini hanya satu yaitu dari sisi utara, sementara sisi selatan berupa tebing terjal menuju lembah.
Kampung ini memiliki 45 buah rumah tradisional yang berjajar berhadap-hadapan membentuk semacam perahu memanjang dari utara ke selatan. Susunan ini menurut kepercayaan yang berlaku, memiliki kaitan sebagai wahana bagi arwah yang menuju ke tempat tinggalnya yang abadi.
Rumah-rumah ini memiliki bentuk atap limas. Bahan atapnya adalah daun alang-alang yang dianyam sedemikian rupa. Di dalam setiap rumah terdiri dari tiga bagian yaitu lewu sebagai tiang penunjang yang ditanam ke tanah, sao untuk bagian lantai dan dinding, serta iru untuk bagian atap.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Ilham Sudrajat
Komentar
()Muat lainnya