Mencermati Kesenian Jabar yang Jadi Warisan Budaya Takbenda
Foto: FOTO-FOTO: KORAN JAKARTA/TEGUH RAHARDJOTahun ini, kurang lebih 267 warisan budaya takbenda dari seluruh Indonesia didaftarkan. Jawa Barat (Jabar) mengajukan 13 kesenian budaya rakyat yang seluruhnya lulus seleksi dan verifikasi sehingga resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia.
Setelah diusulkan provinsi masing-masing, dilakukan verifikasi dan uji lapangan oleh tim ahli serta diakhiri sidang penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia pada Agustus lalu.
Sidang dilakukan sebagai tahap akhir untuk menentukan status setiap usulan. Dinas yang membidangi kebudayaan didampingi Balai Pelestarian Nilai Budaya mempresentasikan usulannya dihadapan staf ahli yang berjumlah 15 orang. Dari jumlah tersebut, Jabar mendapatkan apresiasi di mana semua usulan disetujui.
Setelah selesai ditetapkan, bukan berarti perjalanan seni dan budaya selesai, justru harus semakin dilestarikan dan dikembangkan. Tiga belas kesenian itu antara lain Badawang, Bajidoran, Blenderan, Benjang, Cingcowong, Domyak, Kawin Cai, Panjang Jimat Kasepuhan Cirebon, Reak Dogdog, Seren Taun Cigugur, Seren Taun Banten Kidul (Kabupaten Sukabumi), Tari Trebang Randu Kintir, dan Topeng Banjet.
Di Jabar, Badawang ada di hampir semua kabupaten khususnya di Tatar Priangan Timur dan Utara. Kesenian ini sangat merakyat, bisa tampil lugas di acara hajatan anak sunat hingga festival berkaliber internasional. Badawang diartikan sebagai orang-orangan tinggi besar dibuat dari kerangka bambu dan diberi kostum, diusung seseorang yang ada di dalamnya sehingga dapat berjalan dan digerak-gerakan mengikuti irama musik. Biasanya ditampilkan dalam iring-iringan untuk meramaikan pesta-pesta umum maupun pesta tradisional keluarga, seperti pesta perkawinan atau khitanan.
Kesenian Badawang memang sering dihubungkan dengan budaya setempat yang kental dengan ragam bentuk dan lambang seni. Agak mistis sesuai budaya masyarakat dahulu. Namun saat ini seni tersebut lebih banyak ditampilkan sebagai seni untuk menghibur, bukan untuk mengejek penjajah seperti awal kemunculannya. Sehingga bentuk Badawang pun lebih lucu dengan karakter kekinian. Jika di Jabar karakter Badawang ini berupa wayang cepot.
Di Kabupaten Bandung, Badawang diambil dari karakter pewayangan seperti semar, cepot, dawala, gareng ditambah tokoh- tokoh bangsawan zaman dahulu, tokoh asing, dan tokoh pejuang tempo dulu. Musik pengiring untuk Badawang biasanya mempergunakan jenis musik yang mudah dibawa seperti kendang, gong, bedug, terompet, dog-dog.
Di daerah Cileunyi alat musik pengiringnya mengambil dari iringan pencak silat yaitu padungdung, golempang, jenis lagunya terkadang mengambil lagu- lagu ngetop , dangdut. Di daerah Rancaekek Badawang biasanya ditampilkan dengan Benjang yang dilengkapi oleh arak-arakan keliling kampung. kostum pemusik ada yang mempergunakan kostum pencak silat atau dandanan sedikit menor. Benjang sendiri kini berkembang di daerah Ujung Berung Kota Bandung. Kawasan Ujung Berung bahkan sudah menjadi titik pusat perkembangan benjang masa kini. tgh/R-1
Kawin Cai dan Seren Taun
Tradisi Kawin Cai ini banyak digelar di kampung-kampung adat di Jabar. Kawin Cai berarti menyatukan air yang diambil di titik mata air dari beberapa kampung adat di Jabar.
Saat prosesi Kawin Cai berlangsung, satu persatu tetua adat mencampurkan air dari sumber mata air di wilayahnya. Air dibawa dengan menggunakan wadah dari potongan bambu. Satu persatu air ditumpahkan ke dalam gentong. Dan terakhir, air yang dibawa dengan tempurung kelapa sebagai penutupnya.
Sebelum satu persatu tetua adat menumpahkan air, mereka membaca mantra-mantra dengan bahasa buhun atau daerah masing-masing. Pakaian adat serba hitam membuat prosesi ini semakin khidmat.
Sejumlah kampung adat di Jabar yang sering menggelar tradisi kawin cai antara lain Kampung Adat Cikondang Pangalengan Kabupaten Bandung, Kampung Adat Kuta dan Kampung Adat Cibodas Kabupaten Ciamis, Kampung Adat Dukuh, Kampung Adat Ciela dan Kampung Adat Ciburuy dari Kabupaten Garut, Kampung Adat Sanaga Kabupaten Tasikmalaya serta Kampung Adat Rancakalong Kabupaten Sumedang.
Sementara itu, Seren Taun adalah upacara adat usai panen berupa gabah/padi dipersiapkan untuk dikonsumsi dengan cara tradisional, yakni ditumbuk pada lumpang dan dipukul atau ditumbuk dengan alu.
Proses penumbukan padi dimulai dengan kode ketukan alu sebanyak tujuh kali. Dilakukan pada lumpang atau lesung utama, yang dinamakan lesung indung oleh sesepuh adat. Setelah itu bergiliran masyarakat yang hadir dan sudah memegang alu mulai menumbuk pagi. Serentak suara pukulan alu dengan lesung membahana di kampung adat tersebut, saling bersahutan sehingga ramai.
Padi atau gabah yang ditumbuk menjadi beras tidak semuanya yang dimiliki warga kampung. Harus disisakan untuk benih yang akan dipakai pada musim tanam berikutnya.
Acara menumbuk padi memang tidak sekaligus menyelesaikan proses penumbukan hingga menjadi beras, karena ini hanya simbolis saja, dan akan diteruskan warga hingga seluruh padi sempurna menjadi beras.
Sebelum acara Seren Taun, berbagai kegiatan budaya atau karnaval dan helaran berlangsung di Kampung Cigugur tersebut. Mulai tari-tarian hingga musik tradisional. Misalnya tari buyung, yang merupakan tarian khas masyarakat adat Cigugur dalam menghargai sumber air. Tari ini merupakan persembahan kaum perempuan di mana para gadis menari lemah gemulai dengan membawa kendil atau buyung yang berisi air. Air diceritakan diambil dari sumber mata air yang akan digunakan untuk keperluan hidup warga kampung.
Helaran juga berlangsung sebelum acara puncak, sering disebut Ngajayak. Iring-iringan warga membawa berbagai hasil panen dari berbagai arah menuju ke lokasi puncak acara, Gedung Paseban. Semua berbaur, muda, tua, lelaki dan perempuan membawa tentengan hasil panen. tgh/R-1
Tampil pada West Java Festival 2019
West Java Festival (WJF) 2019 menjadi puncak acara peringatan HUT Pemprov Jabar ke-74 Tahun. Kegiatan karnaval budaya berlangsung di seluruh kawasan Gedung Sate, Bandung belum lama ini.
WJF 2019 mengusung tema To Honour Multicultural Diversity melalui sajian konsep kegiatan berupa karnaval, hiburan, pertunjukan, pameran, serta kuliner.
Karnaval diikuti 43 peserta yang terdiri dari perangkat daerah kabupaten dan kota se-Jabar juga provinsi lain di Indonesia. Selain itu, pengunjung dimanjakan dengan penampilan beragam musisi, seniman, dan budayawan asal Jabar.
Tak ketinggalan, terdapat 260 tenant produk unggulan Jabar antara lain kuliner, fashion, dan kerajinan tangan, yang meramaikan pameran WJF 2019.
Semua itu bisa dinikmati para pengunjung sambil berkeliling di Area Jabar, Area Urban, Area Nusantara, serta Area Internasional yang berada dalam kawasan Gedung Sate. tgh/R-1
Redaktur:
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Usut Tuntas, Kejari Maluku Tenggara Sita 37 Dokumen Dugaan Korupsi Dana Hibah
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dampak Proyek LRT, Transjakarta Menutup Sementara Pelayanan di Dua Halte Ini
Berita Terkini
- Kementan Terus Dorong Penerapan Praktik Berkelanjutan di Industri Perkebunan
- Menperin Apresiasi IDEA Expo 2024. Bisa Ciptakan Wirausaha Industri Baru
- Ratusan Personel Gabungan Siap Amankan Ibadah Natal di 177 Gereja Wilayah Jakbar
- Lonjakan Penumpang di Terminal Lebak Bulus Mulai Terlihat
- Sambut Juru Selamat, Stemi Gelar Natal Akbar di Indonesia Arena