Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Membumikan Hidup Beragama

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Seorang akademisi Inggris, Paul Hirst dan Graham Thompson, dalam buku mereka Globalization in Question mencatat, penjualan dan aset perusahaan-perusahaan transnasional terkonsentrasi di negara atau regional "rumah" mereka, di samping semua spekulasi mengenai globalisasi.

Akibatnya timbul kesenjangan luar biasa. Negara-negara kaya makin kaya. Sementara itu, negara-negara miskin, termasuk negri kita makin miskin. Menurut Birdsell (1998) pada abad 18, penduduk dunia kategori miskin mencapai 74 persen. Mereka hanya menikmati 44 persen GDP dunia. Sebaliknya, 26 persen penduduk dunia kaya menguasai 56 persen. Pada abad 20 dan 21, kondisinya justru bertambah buruk karena penduduk dunia miskin makin bertambah jadi 80 persen. Sedangkan mereka hanya menikmati 20 persen GDP dunia. Sebaliknya, 20 persen penduduk dunia kaya menikmati 80 persennya.

Sedangkan menurut laporan terbaru Badan Amal Global di Inggris (Oxfam) pada awal tahun 2018, hanya 62 orang super kaya dunia (tidak sampai 1 persen) memiliki 82 persen kekayaan dunia. Separuh penduduk dunia dalam garis kemiskinan tidak naik pendapatan pada tahun 2017 (CNBC, 22/1/2018).

Jelas kesenjangan seperti itu sangat sulit diterima akal sehat. Menurut mendiang Romo YB Mangunwijaya, bila suatu tata ekonomi dunia tanpa henti memperkaya mereka yang sudah teramat kaya (Utara dan komprador-komprador mereka di Selatan) dengan semakin mempermiskin sekian miliar manusia dunia Selatan yang sudah teramat miskin, pastilah setiap orang yang berakal sehat dan tidak perlu harus ahli ekonomi, dapat menduga bahwa ada sesuatu yang tak beres dalam tata ekonomi semacam itu.

Tidak heran, jika menurut budayawan Emha Ainun Najid, globalisasi dalam konteks negri kita sebenarnya sama saja dengan "gombalisasi." Gombal menggambarkan compang-campingnya orang miskin saat ini. Orang-orang lemah dan miskin memang menjadi korban utama globalisasi yang hanya memenangkan yang kuat.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top