![Melemahnya Kinerja Mesin Partai, Perlukah Indonesia Kembali ke Sistem Pemilu Tertutup?](https://koran-jakarta.com/images/article/melemahnya-kinerja-mesin-partai-perlukah-indonesia-kembali-ke-sistem-pemilu-tertutup-230610120738.jpg)
Melemahnya Kinerja Mesin Partai, Perlukah Indonesia Kembali ke Sistem Pemilu Tertutup?
![Melemahnya Kinerja Mesin Partai, Perlukah Indonesia Kembali ke Sistem Pemilu Tertutup?](https://koran-jakarta.com/images/article/melemahnya-kinerja-mesin-partai-perlukah-indonesia-kembali-ke-sistem-pemilu-tertutup-230610120738.jpg)
Bendera sejumlah partai politik dalam Kirab Pemilu di Palu, Sulawesi Tengah.
Pertama, untuk masyarakat.
Selama ini, masyarakat lebih banyak menjadi ceruk suara parpol. Padahal dalam mewujudkan demokrasi substantif, masyarakat bisa menjalankan peran aktif sebagai pengawas pemilu-di luar lembaga resmi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Contohnya dengan menggunakan media sosial. Masyarakat bisa mengekspos bentuk-bentuk kecurangan pemilu agar mendapatkan perhatian maupun diskusi publik yang intens. Sebab, persoalan yang viral dan mendapat perhatian luas dari warganet cenderung lebih cepat mendorong perbaikan.
Kedua, untuk pemerintah.
Pemerintah perlu mengkaji pendanaan politik per kapita. Ini bisa dilakukan dengan mengumpulkan data biaya kampanye berdasarkan jenis dan daerah pemilihan, serta konteks sosial-demografi. Hasil perhitungan ini bisa dijadikan sebagai basis regulasi pembiayaan politik, regulasi ambang batas dana kampanye, subsidi, dan transparansi pembiayaan parpol di Indonesia. Misalnya, dengan mencontoh konsep "financial fair play" dalam sepak bola, pemerintah dapat menetapkan ambang batas dana-dana kampanye pemilu parpol dan caleg.
Ketika masalah pembiayaan dapat diatasi, sistem apa pun sejatinya tidak akan menjadi masalah baru bagi pelaksanaan proses politik di Indonesia.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : -
Komentar
()Muat lainnya