Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 18 Feb 2025, 18:25 WIB

MAKI Kecewa Kejagung Menyerah Usut Kasus Pagar Laut di Tangerang, Ini yang Akan Dilakukan

koordinator MAKI, Boyamin Saiman.

Foto: istimewa

BANTEN - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengaku kecewa atas penghentian kasus dugaan korupsi dan suap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) atas penerbitan sertifikat Hak Milik (SHM) hingga penurunan hak menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas pagar laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, yang sebelumnya sempat diusut oleh Kejagung.

“Saya kecewa dengan menyerahnya Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus pagar laut, karena saya melaporkan kasus itu dengan rumusan pasal 9 UU tentang pemberantasan korupsi,” ujar koordinator MAKI, Boyamin Saiman dalam keterangannya di Banten, Selasa (18/2).

Menurut Bonyamin, kasus yang ditangani oleh Bareskrim Mabes Pori sangat berbeda dengan kasus yang dilaporkan oleh MAKI ke Kejagung. “Bereskrim itu kan menangani kasus pemalsuan biasa yakni pasal 363 dan 366 KUHP, sementara kasus yang dilaporkan ke Kejagung adalah UU Nomor 9 UU tentang pemberantasan korupsi.

“Kasus yang saya laporkan itu adalah pemalsuan yang masuk kategori korupsi, dimana pejabat yang berwenang memalsukan data buku register atau warkah tanah yang hukumannya lebih berat dari kasus pemalsuan biasa yang sekarang ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri,” ungkap Bonyamin.

Ia mengatakan, dari pasal 9 UU tentang pemberantasan korupsi tersebut, bisa masuk ke pasal 5 dan 6 UU tentang pemberantasan korupsi. Yaitu, ada unsur suap menyuap dan dari pintu itu bisa juga masuk ke pasal 2 da 3 UU tentang pemberantasan korupi.

“Pasal tersebut mengatur dimana penyelenggara negara menyalahgunakan wewenang, dimana akibat pagar laut itu masyarakat nelayan kehilangan hak atas kemanfaatan laut, kerugian ekonomis yang dialami oleh nelayan akibat adanya pagar laut yang sudah bersertifikat tersebut,” tuturnya.

Jika pasal tersebut yang diterapkan, bukan hanya penyelenggara negara dan pihak yang mengurus atas terbitnya sertifikat tersebut bisa dijerat pidana, namun pihak swasta yang memberikan modal dan menikmati atas berdirinya pagar laut itu juga bisa dijerat pidana UU Nomor 9 tentang pemberantasan korupsi.

“Kejagung sudah ahli dalam penerapan pasal 5 dan 6 tentang pemberantasan korupsi, sehingga bisa ketemu siapa pejabat dan orang penting yang terlibat dalam kasus pagar laut tersebut, termasuk pihak swasta yang diduga melakukan penyuapan atas terbitnya sertifikat terhadap penyelenggara negara,” cetusnya.

“Jika penanganan yang dilakukan oleh Bareskrim terkait pasal 363 dan pasal 366 KUHP, maka secara otomatis tidak ada kasus korupsi dan suapnya, sehingga diduga ada upaya melindungi keterlibatan penyelenggara negara dan pihak swasta dalam kasus ini,” sambung Boyamin.

Oleh karena itu, Bonyamin berencana melakukan gugatan ke Kejaksaan Agung dan KPK, karena mengabaikan laporannya dan tidak menerapkan UU Nomor 9 tentang pemberantasan korupsi terkait kasus pagar laut di perairan Tangerang.

“Padahal kalau kasus itu jalan di Kejagung, bisa saja digabungkan berkas dari Bareskirim dipadukan dengan pasal tentang pemberantasan korupsi oleh Kejagung,” kata Bonyamin.

Namun, kata Bonyamin, Bereskrim Mabes Polri akan sulit memadukan kasus pemalsuan dokumen dengan kasus korupsi. “Saya betul betul kecewa dengan menyerahnya Kejagung menangani kasus pagar laut. Namun saya masih berharap KPK mau melanjutkan perkara ini sehingga nanti akan kena kasus dugaan korupsinya,” tandas Bonyamin.

Sebelumnya, Bonyamin Saiman menyebut adanya intervensi dari pejabat setingkat eselon I Kementerian Agraria, Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasinonal (ATR/BPN) berinisial S dalam penerbitan SHM hingga menjadi SHGB di perairan Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, saat melaporkan kasus tersebut ke KPK beberapa waktu lalu.

Namun demikian, Boyamin enggan merinci sosok oknum pejabat eselon I dimaksud. Dia hanya menyebutkan inisial ‘S’ dan menjabat di ATR/BPN selama kurun 2022-2023 saat Menteri ATR/BPN dipimpin oleh Hadi Tjahjanto .

Menurut Boyamin, intervensi dari pejabat eselon I tersebut adalah untuk memuluskan rencana membuat masing masing bidang tanah luasnya hanya dua hektare, sehingga pengurusannya tidak perlu ke kanwil atau ke kementerian.

Meski tidak menyebut inisial lengkap, namun Koordinator MAKI ini sudah memberikan clue-nya atau isyarat siapa yang dimaksud dengan mantan pejabat setingkat eselon I berinsial S tersebut. “S ini ruangan kerjanya dulu ada di lantai 2 (ruangan kerja menteri) di Kementerian ATR/BPN,” cetusnya.

Redaktur: Sriyono

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.