Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perubahan Iklim

Lonjakan Pemakaian AC Kian "Memanggang" Bumi

Foto : AFP/Pawan SHARMA

Panas Terik l Sejumlah turis menggunakan payung saat mengunjungi Taj Mahal saat musim panas baru-baru ini. Panas terik di India diperkirakan akan meningkatkan penjualan pendingin ruangan dalam beberapa tahun mendatang.

A   A   A   Pengaturan Font

NEW DELHI - Suhu saat kemarau di India saat ini semakin panas dan suhu terik itu akan menguji batas kelangsungan hidup manusia. Ketika suhu naik di seluruh negara terpadat di dunia dalam beberapa pekan terakhir, lebih dari 12 orang meninggal di sebuah acara di India tengah dan ribuan rumah sakit dipadati pasien dengan gejala sengatan panas.

Suhu amat panas berkisar sekitar 45 derajat Celsius di seluruh wilayah utara India juga menyebabkan ratusan sekolah ditutup pada akhir pekan ini.

Akibat datangnya suhu panas ini mengakibatkan lonjakan permintaan alat pendingin ruangan atau AC di pasar-pasar di negara padat penduduk seperti India, Tiongkok, Indonesia, dan Filipina.

Menurut satu perkiraan, dunia akan menambah satu miliar AC sebelum akhir dekade ini, dan permintaan AC diproyeksikan hampir dua kali lipat sebelum tahun 2040.

Meskipun itu baik untuk ukuran kesehatan masyarakat dan produktivitas ekonomi, tidak diragukan lagi itu buruk untuk iklim, dan kesepakatan global untuk menghapus pendingin yang paling berbahaya dapat menjauhkan peralatan dari jangkauan banyak orang yang paling membutuhkannya.

Logika di balik ledakan AC itu sederhana. Ekonom mencatat terjadinya lonjakan penjualan ketika pendapatan rumah tangga tahunan mendekati 10.000 dollar AS di sejumlah titik kritis tempat terpanas di dunia yang baru-baru ini.

Di India misalnya, di mana lebih dari 80 persen populasinya belum memiliki AC, produk domestik bruto (PDB) per kapita yang disesuaikan dengan daya beli untuk pertama kalinya akan mencapai 9.000 dollar AS pada 2023.

"Kami beroperasi dalam peluang yang tidak terbatas," kata Kanwaljeet Jawa, yang mengepalai cabang Daikin Industries, produsen AC terbesar di dunia. "Dalam beberapa tahun terakhir, penjualan kami telah tumbuh lebih dari 15 kali lipat," tutur dia.

Tetapi memperluas cakupan AC terlalu cepat juga mengancam memperburuk krisis yang dihadapinya karena sebagian besar unit menggunakan zat pendingin yang jauh lebih merusak daripada karbon dioksida.

Murah dan Hemat

Negara-negara di mana permintaan tumbuh paling cepat, tetap sangat bergantung pada tenaga batu bara dan kebanyakan orang hanya mampu membeli unit yang paling murah dan hemat energi.

"Jika standar efisiensi tidak meningkat, maka planet ini benar-benar akan terpanggang," kata Abhas Jha, pakar perubahan iklim Bank Dunia yang berbasis di Singapura.

Saat ini di negara-negara yang lebih kaya dan beriklim sedang, telah memperketat peraturan tentang pendingin ruangan yang membutuhkan efisiensi energi yang lebih baik dan pendingin yang tidak terlalu beracun. Namun hal itu menambah biaya unit, membuat tindakan semacam itu kurang disukai di mana keterjangkauan adalah yang terpenting.

Badan iklim internasional menekan negara-negara berkembang untuk menurunkan jejak karbon mereka, tetapi India dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa mereka masih berkontribusi jauh lebih sedikit terhadap emisi global daripada tempat-tempat seperti Amerika Serikat, di mana sembilan dari 10 orang memiliki akses ke AC.

Para ilmuwan memperkirakan bahwa kegagalan menurunkan ketergantungan secara drastis pada HFC dapat mengakibatkan pemanasan 0,5 derajat Celsius pada akhir abad ini, kontribusi yang sangat besar terhadap peningkatan yang akan memicu badai yang lebih mematikan, kekeringan, dan ya, lebih banyak gelombang panas. SB/ST/Bloomberg/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top