Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Larangan Mudik

Foto : ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc

Sejumlah kendaraan memadati ruas Jalan Tol Palimanan-Kanci di Cirebon, Jawa Barat, Rabu (5/5/2021). PT. Jasa Marga memprediksi pada Rabu (5/5) atau H-1 penerapan larangan mudik 2021 akan ada lebih dari 130 ribu kendaraan yang meninggalkan Jabodetabek.

A   A   A   Pengaturan Font

Kita semua harus mengikuti anjuran pemerintah untuk tidak mudik. Kita tentu tidak ingin ­Indonesia menjadi seperti India yang jumlah penularan dan angka kematian naik drastis.

Rabu (5/5) malam menjadi puncak arus mudik. Belasan ribu kendaraan bermotor meninggalkan Jabodetabek memadati jalan-jalan menuju kampung halaman di Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Harap maklum, itulah kesempatan terakhir warga Jabodetabek mudik untuk bisa merayakan Idul Fitri bersama sanak saudara.

Mulai hari ini, Kamis (6/5) hingga Senin (17/5), perjalanan mudik menggunakan moda transportasi apa pun, darat, laut, udara, tidak diperbolehkan. Semua transportasi umum, seperti bus, kereta api, kapal laut, maupun pesawat terbang dilarang mengangkut penumpang. Mudik hanya diperbolehkan di wilayah yang berdekatan atau mudik lokal seperti mudik di wilayah Jabodetabek, di wilayah Bandung Raya, dan enam wilayah aglomerasi lainnya.

Meski demikian, pemerintah tetap memperbolehkan warga masyarakat yang melakukan perjalanan nonmudik karena ada keperluan sangat penting dan mendesak seperti anggota keluarga meninggal, sakit keras, atau pun perjalanan dinas. Itu pun harus dilengkapi dengan persyaratan yang sangat ketat seperti surat izin perjalanan dari atasan atau pun pejabat berwenang dan surat keterangan negatif Covid-19.

Tentu saja larangan untuk mudik tahun ini mengecewakan banyak pihak. Bagi pengusaha transportasi, mudik Lebaran adalah saat panen. Selain jumlah penumpang membeludak, tarif pun lebih mahal dibanding biasanya. Apalagi mereka sudah merasakan omzet yang turun drastis selama pandemi Covid-19 berlangsung.

Kekecewaan pelaku usaha transportasi bisa dimengerti. Namun, kalau kita melihat kepentingan yang lebih luas lagi, harusnya kita justru bersyukur karena larangan tersebut bertujuan mulia, mengakhiri pandemi dengan memutus mata rantai penularan Covid-19. Dari pengalaman yang sudah-sudah, setiap habis liburan panjang, kasus Covid-19 membengkak.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : M. Selamet Susanto

Komentar

Komentar
()

Top