Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Lanskap Menawan Geopark Maros-Pangkep

Foto : geoparkmarospangkep.id

Geopark Maros-Pangkep

A   A   A   Pengaturan Font

Maros-Pangkep merupakan salah satu wilayah yang memiliki hamparan karst terluas nomor dua di dunia. Bukan hanya memiliki pemandangan indah, Maros-Pangkep juga menawarkan peninggalan-peninggalan peradaban prasejarah yang relatif maju.

Sulawesi Selatan memiliki wilayah dengan struktur berupa material karst terkemuka yang menarik untuk dikunjungi. Dengan luas mencapai atau 5.058 kilometer persegi atau 43.750 hektare baik di darat dan laut, menjadikannya sebagai karst terluas di dunia setelah The South China Karst yang memiliki luas over 500,000 kilometer persegi.
Luas wilayah karst di darah mencapai 2.243 kilometer persegi dan kawasan laut dengan luas 2.815 kilometer persegi, dengan persentase luas daratan sebesar 44,6 persen dan lautan 55,4 persen. Kawasan ini memiliki panjang garis pantai 88,5 kilometer. Semuanya tercakup dalam 7 jalur geotrail atau jejak geografis dan 30 geosite atau situs geografis.
Kawasan karst tersebut berada di dua Kabupaten yaitu di Kabupaten Maros dan Pangkajene Kepulauan (Pangkep) sehingga diberi nama Taman Bumi Nasional Maros-Pangkep (TBNMP) atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Maros-Pangkep National Geological Park atau lebih singkatnya Geopark Maros-Pangkep (GMP).
GMP telah diusulkan oleh pemerintah RI untuk menjadi UNESCO Global Geopark. Menurut lembaga PBB tersebut, geopark adalah sebuah kawasan yang memiliki unsur-unsur geologi terkemuka (outstanding) pada nilai arkeologi, ekologi dan budaya. Geopark menurut UNESCO harus memiliki situs geologi (geological site), situs biologi (biological site), dan situs budaya (cultural site).
Lebih lanjut UNESCO menyatakan masyarakat setempat diajak berperan serta untuk melindungi dan meningkatkan fungsi warisan alam. Geopark harus mengusung konsep manajemen pengelolaan kawasan yang menyatukan keragaman geologi, hayati, dan budaya, melalui prinsip konservasi, edukasi, dan pembangunan yang berkelanjutan.
GMP sendiri telah menyandang status geopark nasional sejak 2017. Dari sisi situs geologi GMP memiliki geografi diversitas berupa kawasan geosite Rammang-Rammang tersusun oleh perbukitan karst.
Adapun fenomena geologi lain yang dijumpai di kawasan situs geografis seperti Kompleks Rijang Bantimala, Kompleks Metamorfik Patete Yang-Cempaga, Batuan Kerak Samudra Parenreng, dan lainnya.
Sari sisi biologi terdapat biota yang dijumpai berupa bakau yang tumbuh di sepanjang sungai menuju kampung kars. Selain itu fauna yang dijumpai adalah beberapa jenis aves dan ikan. Dijumpai pula primata kera hutan Sulawesi (Macaca maura). Situs biologi dimaksud adalah Hutan Keilmuan Bengo-Makkaroewa, Karaenta Primary Forest, Taman Kehati, Taman Botanik Tonasa, juga Taman Argo Botanik Puncak.
Sedangkan situs budaya (cultural site) masyarakat kawasan Rammang-Rammang masih menggunakan "mallopi" atau naik perahu. Hal ini dikarenakan kawasan ini juga dikelilingi oleh sungai yang disebut Sungai Pute' yang menjadi jalur transportasi bagi masyarakat.
Sedangkan situs yang lain adalah Komplek Prasejarah Bellae, Sumpang Bita, Situs Berburu, dan lainnya.
Jika ditotal terdapat setidaknya 37 situs geologi di sini. Oleh karenanya GMP merupakan salah satu kawasan karst yang mempunyai bentang alam yang unik dan khas yang biasa disebut tower karst. Artinya di kawasan itu, bukit-bukit kapur menjulang tinggi dengan tebing yang menantang.

Sistem Gua
Di GMP juga terdapat gua-gua. Prosesnya dari karst yang terangkat kemudian teraliri oleh air yang menerobos celahnya yang berkembang membentuk lorong dan sungai bawah tanah. Hasilnya menghasilkan gua-gua terpanjang dan terdalam di Indonesia.
Gua terdalam berbentuk sumur tunggal dengan kedalaman 260 meter ditemukan di Leang Pute. Sedangkan gua terpanjang yang berhasil ditemukan di sistem gua Salukang Kallang, yang panjangnya mencapai 2.700 meter.
Gua-gua ini merupakan sekumpulan sistem gua yang sambung-menyambung dan mempunyai beberapa mulut gua. Salah satu mulut gua itu adalah gua vertikal yang terdapat di dalam kawasan konservasi Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, di daerah Karaenta.
Pada 2001, ditemukan kembali gua terpanjang kedua dengan panjang mencapai 12 kilometer di daerah Balocci, Pangkep. Temuan ekspedisi tim Prancis ini semakin menambah daftar panjang kekayaan gua di GMP. hay/I-1

Saksi Kehidupan Manusia Prasejarah

Salah satu yang menarik dari Geopark Maros-Pangkep (GPM) menawarkan pemandangan alam bukit-bukit karst atau kapur yang luar biasa. Pemandangan bukit kapur tandus ini dikombinasikan dengan perkebunan, persawahan, dan sungai-sungainya yang mengalir jernih sebagai prasarana transportasi air masyarakat.
Di samping pemandangan alam wilayah karst atau batu kapur ini memiliki gua-gua diantaranya sangat panjang dan dalam. Dari beberapa gua yang ada menawarkan cerita tersendiri karena pernah olah manusia prasejarah berumur kira-kira 44.000 tahun yang lalu, diantaranya Gua Sumpang Bita, Gua Bulu Sumi, dan Gua Leang-leang
Gua Sumpang Bita memiliki kubah yang tinggi dan melandai ke belakang. Berada pada ketinggian sekitar 280 meter diatas permukaan laut. Aksesibilitas menuju gua relatif mudah karena tersedianya tangga yang terbuat dari semen selebar 1 meter mulai dari dasar bukit hingga tiba di pintu gua.
Gua ini termasuk kedalam gua kekar lembaran dan memiliki 3 ruangan. Permukaan lantai gua cenderung datar dengan lebar 15 meter.
Di Gua Sumpang Bita dengan tiket masuk sebesar 5.000 rupiah, memiliki tinggalan arkeologis baik pada dinding maupun di lantainya. Pada dinding ada beberapa lukisan, sedangkan di lantainya terdapat artefak batu, cangkang moluska, fragmen gerabah serta fragmen tulang dan gigi.
Lukisan dinding berbentuk cap tangan dalam berbagai ukuran, cap kaki anak-anak, gambar menyerupai babi rusa dalam berbagai ukuran serta sebuah gambar atau lukisan menyerupai perahu. Lukisan-lukisan itu berwarna merah dan sebagian besar ditemukan pada dinding sisi kiri gua.
Di lantai gua terdapat artefak atau peralatan dari batu dan tulang. Ada juga cangkang moluska (hewan lunak tanpa atau dengan cangkang) yang ditemukan berasal dari kelas gastropoda dan pelecypoda tersebar di lantai hingga pelataran gua. Sedangkan fragmen tulang dan gigi ditemukan dalam kondisi tersebar namun jumlah sangat sedikit.
Masih di Pangkep, terdapat Gua Bulu Sumi yang berada di Kompleks Gua Sumpang Bita terletak di Desa Sumpang Bita, Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkajene. Posisinya pada ketinggian 200 mdpl dengan mulut gua menghadap ke barat laut dengan ukuran lebar 8,82 meter, tinggi 4 meter dengan kedalaman gua 10,15 meter.
Gua ini termasuk gua tipe kekar lembar (sheet joint) dengan bentuk horizontal, permukaan lantai gua relatif datar di bagian depan dengan struktur tanah yang halus. Peninggalan arkeologis yang ditemukan di sini berupa lukisan dinding, artefak batu, fragmen gerabah dan cangkang moluska.
Keseluruhan lukisan yang ada berwarna merah dibuat dengan teknik cetak semprot. Artefak batu, fragmen gerabah dan cangkang moluska ditemukan tersebar dari dalam lantai gua utamanya pada mulut gua hingga pelataran gua.
Di kawasan GMP di wilayah Maros yang terdapat banyak gua adalah di kawasan yang disebut dengan Taman Taman Purbakala Leang-Leang, yang berada di Desa Kalabbirang, Kecamatan Bantimurung, Maros. Kata Leang-Leang dalam bahasa setempat (Bugis-Makassar) memiliki makna gua. Gua prasejarah ini menyimpan peninggalan arkeologis manusia purba yang unik dan menarik.
Pada 1950, arkeolog Hendrik Robbert van Heekeren menemukan gambar babi rusa yang sedang meloncat dengan bagian dada terpanah. Sementara Heeren Palm menemukan gambar telapak tangan perempuan dengan cat warna merah.
Menurut para arkeolog, gua tersebut pernah dihuni manusia sekitar 3.000-8.000 tahun SM. Bukti keberadaan ini ditandai dengan lukisan prasejarah berupa gambar babi rusa yang sedang melompat, puluhan gambar telapak tangan yang ada pada dinding-dinding gua.
Terdapat 5 buah telapak tangan manusia purbakala yang ditemukan di Gua Pettae yang berada di kompleks gua tersebut. Di sini ditemukan 32 bekas telapak tangan. Adanya gambar cadas, seperti gambar anoa dan telapak tangan, mudah ditemukan di gua-gua itu menjadi kekayaan arkeologi tersendiri. Apalagi di kawasan itu ditemukan juga mata anak panah khas.
Di samping lukisan prasejarah, juga terdapat benda laut berupa kerang yang menandai bahwa gua tersebut juga pernah berada di dalam laut. Batuan kapur atau karst memang berasal dari batuan karang laut yang terangkat oleh laut karena pengangkatan lempeng tektonik.
Untuk masuk ke objek wisata Taman Taman Purbakala Leang-Leang, pengunjung dikenai biaya tiket masuk sebesar 10.000 per orang untuk turis asing, wisatawan lokal 3.000 rupiah per orang, dan anak sekolah 2.000 per orang. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top