Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Komoditas Global

Labelisasi "Palm Oil Free" Bentuk Boikot Produk Sawit

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Negara-negara anggota Dewan Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) menilai pelabelan palm oil free atau bebas minyak sawit merupakan bentuk lain untuk memboikot produk minyak sawit yang menjadi salah satu produk ekspor andalan Indonesia.

"Dalam pandangan kami label palm oil free ini kata lain dari boikot yang bisa berdampak jauh lebih negatif kepada sawit karena mempengaruhi konsumen langsung," kata Wakil Direktur Eksekutif CPOPC Dupito D Simamora dalam webinar bertajuk Misleading Food Labeling Threaten Palm Oil Market, di Jakarta, Rabu (16/9).

Dupito menuturkan labelisasi tersebut tidak lain digunakan sebagai strategi pemasaran untuk menunjukkan seakan produk minyak nabati selain sawit lebih sehat dan lebih ramah lingkungan. Dia menjelaskan keberadaan labelisasi bebas minyak sawit itu sebenarnya tidak berdasarkan regulasi, namun dikampanyekan murni oleh swasta. Bahkan labelisasi tersebut bertentangan dengan ketentuan di Uni Eropa, di mana kampanye negatif sawit kerap berasal.

"Paling tidak ada tiga ketentuan di Uni Eropa yang melarang soal food information, tidak boleh misleading (menyesatkan). Itu memberi batasan yang jelas soal apa yang tidak boleh dicantumkan dalam produk yang dijual di Uni Eropa," katanya.

Dengan ketentuan tersebut, lanjut Dupito, maka label palm oil free yang ada di Uni Eropa seharusnya ilegal. Namun, menurut dia, ada pembiaran yang terjadi. Terlebih sudah terdapat lebih dari dua ribu produk dengan labelisasi tersebut.

Masalah Regulasi

Dupito menambahkan selain masalah labelisasi, industri sawit ke depan juga menghadapi masalah regulasi yang berpotensi mendiskreditkan sawit baik dari sisi lingkungan, kesehatan, dan sosial, dengan penerapan batas maksimum kandungan sawit mulai Januari 2021.

"Dalam konteks Uni Eropa ada tantangan tersendiri, karena 50 persen lebih anggota parlemen Eropa saat ini terpilih untuk pertama kali jadi tidak mudah melakukan pendekatan kepada Uni Eropa terhadap kebijakan yang akan mereka rancang dan lakukan bersama council maupun komisi di masa akan datang," terang Dupito.

Dalam kesempatan yang sama Sekjen Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Stefanus Indrayana mengatakan meski produk sawit terus digempur dengan banyak kampanye negatif, masalah labelisasi tidak mengganggu industri makanan dan minuman. "Kami melihat di Indonesia belum ada yang bisa menang dengan sawit, sehingga mungkin (labelisasi) hanya spillover (tumpahan) yang belum mengganggu kami," katanya.

Kendati demikian Stefanus mengaku khawatir bentuk kampanye itu akan diterima masyarakat, terutama kalangan milenial, sehingga menyebabkan salah persepsi.

Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top