Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Jumat, 13 Okt 2023, 06:10 WIB

Kuno Pengaruh Makedonia Bagi Kejayaan Sejarah Yunani

Foto: AFP/ Robert ATANASOVSKI

Yunani memiliki tetangga di utara yang bernama Makedonia yang masyarakatnya dianggap barbar dan memiliki peradaban. Namun semua ini berubah di bawah pemerintahan Raja Phillip II yang berhasil menguasai Yunani ke bawah kendalinya.

Makedonia adalah sebuah kerajaan kuno yang terletak di utara Semenanjung Yunani. Wilayah ini pertama kali dihuni oleh suku Mackednoi yang menurut Herodotus adalah orang pertama yang menyebut diri mereka "Hellenes". Nama ini kemudian diterapkan pada semua orang Yunani dan memberi nama pada tanah tersebut.

Kerajaan Makedonia didirikan pada abad ke-7 sebelum masehi (SM) oleh Caranas meski hal ini berbau mitos. Apalagi nama ini dinamai menurut nama dewa Makedon (juga disebut Makednos, Makedonia), putra Zeus.

Sebelumnya selama berabad-abad, suku Mackednoi tidak berhubungan dengan Yunani bagian selatan. Sementara orang Yunani menganggap mereka orang barbar yang hanya dibutuhkan karena memiliki bahan mentah berupa kayu untuk pembuatan kapal. Makedonia juga memandang rendah orang-orang Yunani.

Selama invasi Persia pada 480 SM, Makedonia berada di bawah kekuasaan Persia dan sebagian memasok pasukan untuk tentara penyerang. Partisipasi mereka di pihak Persia tampaknya tidak memperburuk hubungan yang sudah buruk antara Makedonia dan Yunani selatan.

Menyusul kemenangan Yunani dan pengusiran Persia, Makedonia memilih untuk tetap menjauhkan diri dari wilayah Yunani lainnya. Pertengkaran serta pertempuran yang terus-menerus terjadi antara negara-negara kota Yunani dan negara-negara selatan juga melakukan hal yang sama dengan Makedonia.

Para sarjana pada umumnya menyimpulkan bahwa, apa pun kebangsaan orang Makedonia, mereka tidak dianggap sebagai orang Yunani oleh warga negara-negara kota di sebelah selatan. Namun semua ini berubah di bawah pemerintahan Raja Phillip II (memerintah 359-336 SM) yang berhasil menguasai negara-negara kota di bagian selatan Yunani ke bawah kendalinya.

Setelah terbunuhnya Philip pada 336 SM, takhta kerajaan diserahkan kepada putranya, Alexander Agung (memerintah 336-323 SM). Ia kemudian menyebarkan budaya dan peradaban Yunani ke seluruh dunia kuno di sekitarnya. Namun setelah kematian Alexander pada 323 SM, orang Yunani kembali membenci Makedonia.

Banyak orang Yunani yang membenci pemerintahan Makedonia karena sikap antagonisme yang sangat kejam terhadap segala hal, bahkan terhadap orang-orang Makedonia sekalipun. Setelah itu Makedonia tetap menjadi kerajaan yang otonom dan berkuasa hingga dianeksasi oleh Roma, bersama dengan wilayah Yunani lainnya, sekitar 146 SM.

Pada awal abad ke-7 SM, orang-orang Makedonia, di bawah raja mereka Caranus, menetap di bagian tengah wilayah tersebut. Seiring berjalannya waktu, menjajah ke utara dan selatan, mengusir orang-orang Tesalia dan Iliria yang pernah tinggal di sana.

Sebelum kedatangan mereka, tanah tersebut dikenal sebagai Emathia menurut sejarawan Homer dan Strabo, namun para pendatang baru mengklaim dan menamainya sesuai dengan dewa pelindung mereka. Makedon disebutkan dalam Katalog Perempuan Hesiod pada abad ke-8 SM sebagai bagian dari jajaran dewa Yunani.

Sarjana Winthrop Lindsay Adams dalam buku Alexander the Great: Legacy of a Conqueror (2004) menulis, "Legenda pendirian mereka menyatakan bahwa mereka adalah keturunan putra Zeus, Makedon, yang kemudian memiliki dua putra, Pieros dan Amathos. Semua ini memberikan sejarah pada istilah geografis dan etnis yang sudah ada."

"Mereka berbicara dengan dialek yang disebut Makednic, yang secara samar-samar berhubungan dengan bahasa Aeolic atau bahasa Yunani barat laut, namun cukup berbeda sehingga praktis tidak dapat dipahami oleh orang-orang Yunani yang berbahasa Ionic dan Doric di selatan," imbuh Adams.

Namun, bahasa bukanlah satu-satunya penghalang antara wilayah utara dan selatan, karena Herodotus (484-425 M) menemukan bahwa orang Makedonia adalah orang Yunani dan, pada saat yang sama, mengisyaratkan bahwa mereka bukan orang Yunani yang menyembah dewa-dewa Yunani.

Herodotus dalam karyanya berjudul Historia menyatakan bahwa raja pertama mereka adalah Perdiccas, keturunan Temenus yang merupakan keturunan pahlawan Yunani Heracles. Meskipun mewariskan wilayah Makedonia kepada Yunani melalui Heracles, ia juga menjelaskan bahwa ini adalah klaim Makedonia, bukan klaim Yunani, dan hanya diakui oleh orang Yunani dalam kasus raja Makedonia, Alexander I.

Klaim ini semakin rumit dengan fakta bahwa Alexander dikenal sebagai philhellene yang artinya sahabat orang Yunani, sebuah julukan yang diterapkan pada orang non-Yunani. Para ahli umumnya menyimpulkan bahwa, apa pun kewarganegaraan orang Makedonia, mereka tidak dianggap sebagai orang Yunani oleh negara-negara kota di selatan.

Masih Diperdebatkan

Apakah Alexander I memiliki silsilah seperti itu masih diperdebatkan oleh para sarjana tetapi klaimnya diterima oleh otoritas Yunani yang mengizinkannya berpartisipasi dalam Olimpiade pada tahun 504 SM, suatu kehormatan yang hanya diperuntukkan bagi orang Yunani.

Alexander I selanjutnya membentuk istananya mengikuti model Athena dan mengundang penyair Yunani ke sana untuk menghiburnya. Meski begitu, orang-orang Yunani sendiri nampaknya secara konsisten menganggap Makedonia sebagai negara barbar yang patut dicatat karena sumber dayanya yang besar.

Makedonia terbagi antara dataran tinggi dan dataran rendah dengan bagian hulunya berhutan lebat dan bagian bawahnya merupakan dataran dan subur yang diairi oleh tiga sungai. Hasil panen dari dataran rendah adalah kayu yang menjadi komoditas ekspor utama para pemukim awal dan akan tetap demikian sepanjang sejarah Makedonia.

Perpecahan ini menciptakan komunitas-komunitas kecil dan independen yang berada di bawah satu monarki yang awalnya memerintah dari Kota Aigai (Vergina) dan kemudian dari Pella. Raja mengawasi administrasi kerajaan secara keseluruhan tetapi bawahannya yang mengatur rincian perdagangan, sebuah kebijakan yang tampaknya sudah ditinggalkan sejak suku-suku tertentu memiliki rajanya sendiri.

Hingga abad ke-5 SM, masyarakat Makedonia melakukan barter barang alih-alih ketimbang menggunakan mata uang. Kehidupan mereka sangat bergantung pada pertanian, terutama di dataran rendah. hay/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: Haryo Brono

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.