Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Hari Kesaktian Pancasila

“Kubur" Dendam Masa Lalu, demi Kemajuan NKRI

Foto : ANTARA/Sigid Kurniawan

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila -- Presiden Joko Widodo beserta Wakil Presiden Ma’ruf Amin (keempat kiri) didampingi Ketua DPR Puan Maharani (kedua kiri) dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (kiri) menyapa tamu undangan seusai upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila Tahun 2022 di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Sabtu (1/10).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengajak semua elemen bangsa untuk mengubur dendam masa lalu dan menggantinya dengan cita-cita besar membangun bangsa.

"Setelah lebih dari 50 tahun tragedi berdarah yang menimbulkan trauma generasi bangsa itu berlalu, setiap tanggal 1 Oktober semestinya kita jadikan sebagai momentum introspeksi dan penguatan cita-cita bangsa, bukan membesar-besarkan dendam lama," kata Basarah di Jakarta, Sabtu (1/10).

Dia mengatakan Gerakan Satu Oktober (Gestok)1965 hanya mempertontonkan kekejaman antarsesama anak bangsa yang tidak boleh terulang.

Menurut dia, setelah peristiwa Gestok 1965, terjadi perang saudara yang menewaskan ratusan ribu anak bangsa yang anti-PKI maupun dituduh antek-antek PKI.

Basarah mengutip laporan The Guardian pada Februari 2022 yang mengungkapkan dokumen rahasia Inggris bahwa sekitar 500.000 orang yang diduga pro-PKI dibunuh antara 1965-1966, sedang sumber lain memperkirakan 3.000.000 korban tewas.

"Generasi sekarang tentu harus prihatin membaca banyak laporan media massa Barat tentang tragedi yang dulu menjadi misteri namun saat ini bisa diakses dengan mudah setelah berusia 30 tahun lebih," ujarnya.

Dia mengatakan yang bisa disimpulkan dari pemberitaan tersebut adalah negara-negara Barat ternyata terlibat aktif dalam tragedi berdarah penggulingan Presiden Soekarno.

Karena itu, dia mengajak semua elemen bangsa untuk tidak mudah terprovokasi oleh berbagai kekuatan dan kepentingan asing yang ingin mengulangi praktik adu domba atau devide et impera zaman kolonial Belanda dahulu.

"Cukup sudah peristiwa berdarah yang menyebabkan korban jiwa rakyat Indonesia di era transisi pemerintahan Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto dan era Presiden Soeharto ke era reformasi," ujarnya.

Menurut Basarah, Indonesia sebagai bangsa yang besar patut bersyukur pergantian pemerintahan di era reformasi berlangsung relatif damai. Selain itu, dia menilai perkembangan peradaban politik bangsa tersebut harus disyukuri dan pelihara dengan baik.

Ia mengajak semua pihak mempererat persaudaraan bangsa demi Indonesia yang lebih maju di masa depan dan demi anak cucu bangsa.

Basarah berharap para pemimpin bangsa dan masyarakat dapat belajar dari pengalaman kelam para pendahulu bangsa yang telah terjebak dalam pusaran perang saudara yang memilukan hanya gara-gara perebutan kekuasaan para aktor politik.

Dia menegaskan keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia adalah segalanya yang harus dijaga selamanya.

Penghayatan Nilai

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM, Mahfud MD, mengajak semua pihak untuk meningkatkan penghayatan nilai-nilai Pancasila. "Yang penting kita perhatikan adalah meningkatkan penghayatan atas nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," katanya, seperti dikutip dari akun resmi media sosial di Jakarta, Sabtu.

Ia turut mengucapkan selamat Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati setiap 1 Oktober. Ia menjelaskan kesaktian Pancasila, dimana Pancasila selalu menjadi tempat kembali dan kesepakatan sebagai ideologi negara terhadap setiap ancaman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Pancasila sering diuji dan ditentang, tapi selalu menang. Itu arti Pancasila sakti," kata anggota kabinet yang juga doktor di bidang hukum tata negara itu.

Selain itu, dia mengungkapkan, kesaktian Pancasila dapat dicatat dalam beberapa hal diantaranya melalui debat filosofi di Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dan PPK pada tahun 1945, dimana kesepakatannya adalah Pancasila.

Selanjutnya, melalui perkawanan fisik oleh DI/TII, PKI, RMS dan organisasi lain yang tetap dimenangkan Pancasila. Kemudian, melalui prosedur konstitusional (Pemilu) dimana pilihannya tetap Pancasila.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top