Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kredibilitas Penyelenggara Pemilu

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Ayi Jufridar

Penyebaran kabar bohong atau hoaks senantiasa menjadi bagian dari pemilihan umum modern di Indonesia, apalagi sejak kehadiran internet dan media sosial (medsos). Masyarakat mendapat ruang untuk ikut menyiarkan informasi dan pendapat. Mereka tidak lagi sebatas konsumen informasi media massa seperti masa lalu. Kondisi ini memberi kesempatan luas bagi keseimbangan dan kesesatan informasi yang bahkan bisa berujung kepada penyebaran fitnah.

Serangan kabar bohong melalui medsos mulai lebih sistematis dan masif sejak Pemilu 2014. Saat itu, terutama dalam pilpres, badai hoaks menerpa pasangan calon dan tim kampanye. Komisi Pemilihan Umum (KPU) relatif lebih nyaman dan bisa fokus melaksanakan tahapan. Namun, dalam pemilu kali ini, hoaks juga menyasar penyelenggara pemilu, teristimewa KPU.

Demikian derasnya badai hoaks menerpa silih berganti, sampai-sampai KPU mensinyalemen ada upaya membangun ketidakpercayaan publik terhadap hasil pemilu. Saran terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk mengundurkan diri sebelum pemungutan suara juga mengesankan ketidakpercayaan terhadap netralitas dan integritas penyelenggara. Tentu ini juga mencerminkan mental kalah, sebelum bertarung.

Penyebar hoaks sepertinya tidak peduli adanya kelemahan logika dalam materi kasus yang mereka viralkan. Contoh, dalam kasus surat suara tujuh kontainer yang sudah dicoblos. Kabar itu beredar terlalu cepat, sebelum kedua kubu menyepakati foto pasangan calon yang akan digunakan dalam surat suara nanti.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top