Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

KPK dan Logika Aneh DPR

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Umbu TW Pariangu

Komisi Pembe rant a san Korupsi (KPK) terus digoyang biduknya. Sejak lembaga ini menguak keterlibatan elite politik dalam megaskandal proyek e-KTP, DPR mulai mudah kebakaran jenggot. Sampai-sampai ada yang menuntut agar KPK dibubarkan saja, seperti yang dibilang Fahri Hamzah di Kompleks Senayan, 3 Juli 2017 lalu.

Ia mengatakan KPK adalah lembaga semipermanen dan kini lembaga tersebut tidak lagi dibutuhkan karena fungsi pemberantasan korupsi sudah terintegrasi di dalam fungsi negara. Menurutnya, negara Indonesia juga sudah melakukan konsolidasi demokrasi, sehingga KPK tak perlu lagi ada. Masih menurutnya, yang lebih bertanggung jawab dalam pemberantasan korupsi mestinya adalah presiden, bukan KPK.

Logika di atas kental sekali dengan kerancuan. KPK dibentuk di era Presiden Megawati Soekarnoputri tahun 2003 sebagai lembaga superbody untuk melakukan fungsi pemberantasan korupsi, mengingat kasus-kasus korupsi saat itu sangat masif terjadi di republik ini sehingga membutuhkan penanganan yang tentunya tidak biasa-biasa lagi. Jadi KPK bukan lembaga semipermanen. Naif kalau menyamakan KPK sebagai lembaga ad-hoc yang berarti lembaga sementara, yang juga notabene sama sekali tak ada di dalam istilah hukum tata negara.

Pengertian ad-hoc bukanlah sementara, tetapi sesuatu yang diadakan untuk tujuan khusus, sesuai arti Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Wikipedia. Arti kata semipermanen atau sementara sudah memiliki induk katanya sendiri yakni ad-interim yang jika meruju pada Black's Law Distionary berarti in the meantime, temporarily (latin), sedangkan artinya ad-hock artinya formed for a particular purpose (latin). Jadi KPK bukan lembaga yang dibentuk untuk menjalankan fungsi tentatif dalam dalam jangka waktu tertentu, namun justru ia merupakan lembaga yang mengemban amanah khusus untuk memberantas berbagai kasus korupsi besar dengan asumsi dasar, bahwa kerja pemberantasan korupsi oleh lembaga konvensional belum dirasa mampu secara efektif, sehingga dibutuhkan hadirnya lembaga khusus yang diberikan fungsi-fungsi khusus termasuk melakukan pencegahan tindak pidana korupsi untuk menjalankan eliminasi korupsi secara komprehensif.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top