Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

KPK dan Logika Aneh DPR

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Selain itu KPK tidak bisa dibilang sebagai lembaga ad-hock karena ia dibentuk waktu itu atas dasar Undang-Undang bukan Inpres. Dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tidak ada satu pun dalam UU tersebut yang menyatakan KPK adalah lembaga ad-hock. Jadi dasar apa yang menyebut KPK sebagai lembaga ad-hock?

Kontradiktif

Menjadikan konsolidasi demokrasi sebagai alasan menegasi KPK, juga terkesan kontradiktif, bahkan membodohi publik. Justru agenda penting dari konsolidasi demokasi adalah mentransformasikan kesejahteraan politik dan ekonomi ke semua level publik (Sorensen, 1993). Dan sejauh ini, transformasi tersebut belum terwujud, salah satunya karena parpol dan DPR masih menjadi lembaga korup (Kumorotomo & Pramusinto, Governance Reform di Indonesia, 2009), padahal lembaga tersebut punya andil besar dalam melahirkan produk politik dan kebijakan yang menentukan masa depan Indonesia, termasuk menjamin distribusi ekonomi dan politik yang adil dan merata.

Kita tahu sendiri bagaimana parpol saat ini masih diisi orang-orang kuat yang dengan kekuasaannya mereka begitu leluasanya membentuk oligarki untuk merampok uang rakyat. Modus kerja dan kapling kekuasaan terhadap aksi korupsi yang mereka lakukan sangat sistemik karena ikut melibatkan aparat hukum. Inilah sebabnya kenapa kerja KPK dengan sejumlah kewenangan khusus sebagai superbody harus dimaksimalkan agar mampu memborgol para elite-elite kakap korup, yang seakan tak tersentuh hukum, dan tidak bisa dilakukan oleh lembaga hukum konvensional. Jadi, alih-alih 'melempar handuk' untuk KPK, DPR mestinya harus memikirkan lebih keras bagaimana cara membesarkan KPK, dengan tidak mengamputasi moral, semangat dan kewenangan KPK.

Soal Presiden harusnya menjadi penanggung jawab pemberantasan korupsi sehingga KPK sebaiknya dibubarkan saja, ini pun logika aneh dan kontradiktif. Presiden memang sebagai penanggung jawab pemberantasan korupsi, sehingga tanggung jawab itu justeru diaktualisasikan dalam konteks memfasilitasi sungguh-sungguh lahir dan eksisnya sebuah mekanisme pemberantasan korupsi yang terinstitusionalisasi yang antara lain ada di dalam tubuh KPK itu sendiri. Lebih jelasnya, tanggung jawab Presiden itu misalnya lebih pada komitmen dan konsistensinya mendukung langkah-langkah yang ditempuh KPK dalam menjalankan tugas pencegahan dan pemberantasan korupsi, termasuk agar KPK tidak diintervensi oleh individu/kelompok yang dianggap berpotensi akan mengganggu masa depan pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top