Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tekanan Rupiah - Masih Banyak Anggota Kadin Tak Paham soal Fasilitas Lindung Nilai

Korporasi Diminta Tak Borong Valas

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Bank Indonesia (BI) meminta dunia usaha tidak memaksakan diri memborong valuta asing (valas) dalam jumlah besar saat ini jika tidak diperlukan. Hal itu dimaksudkan agar tekanan nilai tukar rupiah dapat berkurang.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, di Jakarta, Rabu (15/8), mengatakan dunia usaha bisa memanfaatkan fasilitas penukaran (swap) lindung nilai (hedging) ataupun forward agar tidak menderita kerugian dari selisih kurs saat menarik valas beberapa waktu mendatang. "Bagi korporasi yang butuhkan valasnya enam bulan lagi, tidak usah nubruk dollar," katanya.

Dalam beberapa hari terakhir, bank sentral bisa membuka dua kali fasilitas kepada pelaku pasar untuk menggunakan swap atau sederhananya disebut barter dengan agunan. Fasilitas swap pada pagi hari ditujukan bank sentral untuk operasi moneter guna menjaga kecukupkan likuiditas. Fasilitas swap kedua di siang hari untuk lindung nilai dari volatilitas kurs.

"Jika ada kebutuhan rupiah dan ingin memegang dollarnya, bisa memanfaatkan swap hedging ini sepanjang punya underlying-nya (kolateral)," ujar dia. Saat ini, melalui operasi moneter BI, menurut Perry, biaya atau bunga swap sudah lebih murah namun tetap terbentuk dari mekanisme pasar.

Maka dari itu, swap lindung nilai, menurut Perry, semestinya bisa dimanfaatkan dunia usaha. Misalnya, untuk tenor swap satu bulan telah menurun dari 4,85 persen menajdi 4,62 persen. Kemudian, swap tenor satu tahun telah menurun dari 5,18 persen menjadi 4,9 persen setelah.

Berdasarkan catatan Antara, pada awal 2018 lalu, bunga swap masih sempat berada di level tiga persen, tetapi naik karena tingginya permintaan lindung nilai, yang juga disebabkan pelemahan rupiah.

Keluhkan "Hedging"

Sebelumnya, pelaku usaha mengeluhkan mahalnya biaya transaksi lindung nilai meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menghapuskan margin hedging sebesar 10 persen.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno mengatakan biaya hedging harus lebih murah dari saat ini, yakni lima persen untuk tenor satu bulan dan enam persen untuk tenor enam bulan. "Perlu diberi sesuatu, bukan gratis. Tetap bayar, tetapi caranya dipermudah dan ongkosnya jangan mahal-mahal," kata Benny di Jakarta, pekan lalu.

Dia mengatakan, dengan rate yang masih mahal itu, tak banyak pengusaha memanfaatkan fasilitas tersrbut. Dia mengungkapkan anggota Kadin yang memahami hedging baru sedikit. "Mungkin 10-15 persen belum mengetahui cara hedging kalau perusahaan kecil," ucapnya. Benny menyarankan eksportir berbahan baku sumber daya alam (SDA), diwajibkan untuk mengonversikan 100 persen devisa hasil ekspornya ke rupiah.

Sebaliknya, untuk eksportir yang melakukan impor akibat bahan bakunya tidak ada di dalam negeri, perlu diberikan keringanan. "Untuk sektor yang bahan bakunya SDA seharusnya diwajibkan.

Kalau yang gunakan bahan baku impor karena di sini bahan bakunya tidak ada harusnya diringankan," jelasnya. Selain itu, dia mengemukakan, lebih baik mekanisme hedging dibenahi oleh BI. "Mending hedging dipermudah dan dipermurah," kata dia.

Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top