Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kesejahteraan Masyarakat I Data Harus Aktual agar Kebijakan Bisa Lebih Tepat Sasaran

Klaim Penduduk Miskin Berkurang Bisa Menyesatkan

Foto : Sumber: BPS - kj/ones
A   A   A   Pengaturan Font

» Jika menggunakan standar lama, jumlah penduduk miskin ekstrem di Indonesia per Maret 2024 hanya 0,83 persen dari total penduduk.

JAKARTA - Klaim pemerintah kalau dengan berbagai program yang dicanangkan selama ini mampu menekan angka kemiskinan bisa menyesatkan. Hal itu karena Badan Pusat Statistik (BPS) dalam menghitung angka kelompok masyarakat yang miskin ekstrem masih menggunakan standar internasional yang lama. Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, mengakui kalau cara menghitung angka kemiskinan ekstrem masih menggunakan standar yang ditetapkan Bank Dunia yang lama, sebesar 1,9 dollar AS per kapita per hari.

Padahal, standar garis kemiskinan terbaru versi World Bank mengacu angka pendapatan baru sebesar 3,2 dollar AS per kapita per hari. Parameter itu telah diadopsi sejak 2022 melalui angka Purchasing Power Parity (PPP) 2017 dari sebelumnya PPP 2011.

Menurut Amalia, belum berubahnya ukuran kemiskinan ekstrem yang digunakan Indonesia untuk menjaga perbandingan jumlah orang miskin secara historis. "Kemiskinan ekstrem kita masih pakai 1,9 dollar AS supaya membandingkannya sama yang sebelumnya, supaya perbandingannya secara historisnya sama," kata Amalia di Jakarta, akhir pekan lalu. BPS, tegasnya, hingga kini belum ada rencana melakukan pengubahan metodologi pengukuran standar kelas miskin ekstrem sesuai standar baru Bank Dunia itu.

"Nanti kita bicarakan lagi. Jadi itu belum lah, kan ini masih proses metodologi kemiskinan yang baru," katanya. Dia mengatakan jika menggunakan standar lama maka jumlah penduduk miskin ekstrem di Indonesia per Maret 2024, hanya 0,83 persen dari total penduduk atau turun ketimbang angka kemiskinan ekstrem pada Maret 2023 sebanyak 1,12 persen dari total penduduk. Wakil Ketua Komisi XI DPR, Dolfie Othniel Frederic Palit, mempermasalahkan perhitungan tersebut karena metodologi ini, hasilnya bisa menyesatkan.

Jangan-jangan kelas menengah atau atas, sejatinya masuk kelas bawah karena dihitung dengan standar rendah. Bank Dunia sendiri pada 2023, menggunakan ukuran paritas daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP) senilai 3,1 dollar AS sehingga angka kemiskinan ekstrem mencapai 40 persen.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top