Kisah Kolonel Baret Merah Penumpas PKI, Pidatonya di Hadapan Ribuan Orang Bikin Merinding
Komandan RPKAD, Kolonel Sarwo Edhie Wibowo.
Foto: IstimewaJAKARTA -Peran pasukan RPKAD, pasukan elit TNI AD yang kini bernama Kopassus dalam menumpas PKI pada tahun 1965 cukup besar. Pasukan inilah yang di awal meletusnya peristiwa G30S PKI yang diandalkan Pangkostrad saat itu, Mayjen Soeharto dalam memukul PKI.
Kala itu, RPKAD dipimpin Sarwo Edhie Wibowo. Sebagai informasi, Sarwo Edhie Wibowo tak lain adalah mertua dari Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden keenam RI. Sarwo Edhie juga ayah dari mendiang Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo, mantan Kepala Staf Angkatan Darat.
Saat diperintahkan Jenderal Soeharto untuk memukul komplotan Letkol Untung Sutopo, pemimpin G30S PKI, Sarwo Edhie Wibowo masih berpangkat Kolonel. Terakhir ia pensiun dengan pangkat Letnan Jenderal (Letjen) atau jenderal bintang tiga.
Dikisahkan, setelah kondisi di Jakarta dikuasai pasca meletusnya peristiwa G30S PKI yang menyebabkan sejumlah jenderal Angkatan Darat terbunuh, Sarwo Edhie Wibowo bersama pasukan baret merah bergerak ke Jawa Tengah. Setelah itu, ke Jawa Timur lalu bergerak ke Pulau Dewata Bali.
Tugasnya, membersihkan para pentolan PKI dan simpatisannya. Terutama di tubuh Angkatan Darat. Seperti diketahui, saat itu pengaruh PKI cukup besar. Sebagai salah satu partai terbesar di Indonesia, kala itu pengikut PKI mencapai puluhan juta orang.
Buku Sarwo Edhie dan Misteri 1965, yang disusun Tim Buku Tempo, merekam satu peristiwa saat Sarwo Edhie dan pasukan RPKAD tiba di Boyolali, Jawa Tengah. Di Boyolali, Sarwo Edhie menggelar rapat akbar yang dihadiri ribuan orang.
Di hadapan ribuan orang itulah, Sarwo Edhie berpidato dengan lantang. Pidatonya bikin merinding. "Siapa mau dipotong kepalanya, saya bayar lima ribu," kata Sarwo Edhie dalam pidatonya di hadapan ribuan orang di Boyolali.
Ribuan orang yang menghadiri rapat itu, tak satupun yang menjawab. Setelah itu, komandan baret merah tersebut kembali bertanya kepada ribuan massa."Siapa yang mau dipotong kepalanya, saya bayar seratus ribu."
Lagi-lagi, tidak ada satu pun orang yang angkat suara menjawab Sarwo Edhi. Sampai kemudian, Komandan RPKAD itu dengan suara lantang berkata, "Nah, dibayar seratus ribu saja tidak ada yang mau dipotong kepalanya. Agar kepala saudara-saudara tidak dipotong dengangratis, maka PKI harus dilawan."
Sejarah pun mencatat, setelah itu kelompokmasyarakat bergerak memburu dan menangkapi para pentolan dan simpatisan PKI. Banyak kemudian yang dibunuh.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Agus Supriyatna
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Menko Zulkifli Tegaskan Impor Singkong dan Tapioka Akan Dibatasi
- 2 Thailand Ingin Kereta Cepat ke Tiongkok Beroperasi pada 2030
- 3 Pemerintah Konsisten Bangun Nusantara, Peluang Investasi di IKN Terus Dipromosikan
- 4 Peneliti Korsel Temukan Fenomena Mekanika Kuantum
- 5 Incar Kemenangan Penting, MU Butuh Konsistensi
Berita Terkini
- Transformasi Digital dan Kinerja Keuangan BNI Dapat Apresiasi DPR
- Trump Tegaskan Tarif Impor untuk Kanada, Tiongkok, dan Meksiko Bukan Alat Negosiasi
- Tiga teori Mengapa 'Keajaiban Ekonomi' Tiongkok Menemui Jalan Buntu
- Laporan: Tiongkok terus Mensubsidi Ekspor Fentanil
- Trump Resmi Berlakukan Tarif Impor untuk Kanada, Tiongkok, dan Meksiko