Selasa, 17 Des 2024, 01:20 WIB

Ketua DPR: Sangat Meresahkan, Pemerintah Diminta Tertibkan Pinjol

Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah menertibkan pinjaman online (pinjol) dengan ketat lantaran sudah sangat meresahkan masyarakat

Foto: antara

JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah menertibkan pinjaman online (pinjol) dengan ketat lantaran sudah sangat meresahkan masyarakat. Menurut Puan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (16/12), keberadaan pinjol sangat berdampak pada ketahanan ekonomi masyarakat, terutama menengah ke bawah.

Bahkan, lanjut Puan, pinjol saat ini sudah menelan korban jiwa. Dia pun menyoroti kasus satu keluarga di Kediri yang berusaha melakukan bunuh diri bersama lantaran terjerat utang pinjol. Meski tiga anggota keluarga masih hidup yakni ayah, ibu, dan anak sulung, namun anak bungsu yang masih balita meninggal pada kejadian ini.

 “Peristiwa di Kediri ini sungguh sangat menyedihkan. Terutama atas meninggalnya seorang anak balita yang tidak bersalah,” kata politisi PDI Perjuangan ini. Kondisi tersebut diperparah dengan semakin banyaknya jumlah warga yang terjerat pinjol. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada 18,07 juta orang di Indonesia yang terjerat pinjol per Desember 2023. Dari total peminjam aktif pinjol, diketahui sebanyak 73,34 persen berasal dari Pulau Jawa, sedangkan 26,66 persen berasal dari pulau luar Jawa.

Pemerintah pun harus bergerak cepat memberantas pinjol dengan cara mengeluarkan kebijakan yang bersifat melindungi masyarakat. Puan menilai banyak langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk meredam pinjol, salah satunya dengan meningkatkan penyaluran bantuan sosial (bansos). Dengan adanya bansos, kebutuhan perekonomian masyarakat bisa dipenuhi sehingga kebergantungan terhadap pinjol pun berkurang. Puan juga menekankan pentingnya pemerintah menciptakan alternatif pembiayaan yang legal, aman, dan terjangkau bagi masyarakat kecil.

“Lembaga keuangan mikro dan koperasi dapat menjadi solusi untuk menyediakan pinjaman dengan bunga rendah dan syarat yang lebih fleksibel seperti program pinjaman dengan skema bunga ringan serta memperkuat peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam menyediakan pembiayaan bagi masyarakat desa,” katanya seperti diberitakan Antara . Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, pinjaman online (pinjol) ilegal masih terus bermunculan meski sudah dilakukan penutupan di dalam negeri karena server utamanya berada di luar negeri.

“Ini (pinjol ilegal) sudah ditutup ratusan bahkan mungkin ribuan tapi muncul terus, server di luar negeri,” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara di sela-sela konferensi internasional terkait edukasi keuangan di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, belum lama ini.

 Ia menjelaskan, meski aplikasi atau laman pinjol ilegal di dalam negeri sudah ditutup namun karena server pinjol ilegal berada di luar wilayah yurisdiksi Indonesia, membuat aktivitas ilegal itu tetap tumbuh. Mirza mengatakan bahwa upaya penutupan pinjol ilegal itu merupakan bagian dari tindakan hukum termasuk menelusuri rekening bank terkait pinjol ilegal itu untuk kemudian dilakukan penutupan. “Kalau di ranah hukum sudah dilakukan, (pinjol ilegal) kan ditutup,” imbuhnya.

Untuk itu, lanjut dia, kerja sama antar-negara khususnya regulator keuangan dan aparat penegak hukum perlu dibangun dan diperkuat. “Tapi kalau server di luar negeri harus ada kerja sama dengan luar negeri bukan hanya regulator keuangan tapi juga aparat hukum,” katanya.

Di sisi lain ia menekankan pentingnya konsumen termasuk generasi muda untuk memahami sebelum melakukan transaksi keuangan dengan skema beli sekarang bayar kemudian (buy now pay later/BNPL) dan termasuk mengakses peer to peer lending (P2P/pinjaman daring) baik sebagai pemberi pinjaman atau penerima pinjaman. Selain itu, lembaga jasa keuangan (LJK), lanjut dia, juga perlu memberikan edukasi dan pemahaman terkait produk secara lengkap dan transparan.

Pembatasan Bunga

Peneliti Institute for Financial and Economic Studies (IFES), YB Suhartoko mengatakan intervensi pemerintah sangat penting, terutama mengatur pembatasan bunga. “Dalam hal penggunaannya kredit yang diberikan untuk kredit konsumtif harus dibatasi.

Selanjutnya berkaitan dengan cicilan waktunya harus dibatasi minimal 3 tahun,” ujarnya. Peneliti Mubyarto Institute Awan Santosa mengatakan maraknya masyarakat terjebak utang pinjol karena rendahnya literasi keuangan dan digital.

Untuk itu, menurut Awan, pemerintah bersama OJK dan lembaga lembaga terkait lainnya perlu membuat gerakan bersama membangun literasi keuangan digital atau digital financial literacy. Gerakan itu secara intensif mengedukasi masyarakat mengenai risiko dan bahaya utang konsumtif berbunga tinggi melalui platform digital.

Redaktur: M. Selamet Susanto

Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan: