Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Jum'at, 06 Okt 2017, 04:35 WIB

Kesadaran Berbahasa Indonesia di Ruang Publik Sangat Rendah

Foto: ISTIMEWA

Bahasa Indonesia belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Banyak penamaan gedung dan bangunan di ruang publik menggunakan bahasa asing.

JAKARTA - Kesadaran untuk menggunakan bahasa Indonesia di ruang-ruang publik masih sangat rendah. Bahkan, penamaan menggunakan bahasa Indonesia pada bangunan- bangunan ikonik di suatu daerah masih harus bersaing ketat dengan nama-nama berbau asing. Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud, Dadang Sunendar, mengatakan pemakaian bahasa Indonesia belum sepenuhnya menjadi tuan rumah di negara sendiri. Ironis, mengingat bahasa Indonesia tengah ber-juang untuk dapat digunakan menjadi bahasa internasional.

Faktanya, di negara sendiri bahasa Indonesia harus berjuang cukup keras untuk digunakan, terutama dalam penamaan gedung dan bangunan- bangunan di ruang publik. Salah satunya adalah penamaan jalan Simpang Susun Semanggi yang beberapa waktu lalu diresmikan Presiden Joko Widodo, misalnya. Sebelumnya, jalan yang sangat ikonik di DKI Jakarta itu hampir saja diberi nama Semanggi Exchange. "Kami memerlukan waktu lama untuk mengusulkan nama Simpang Susun Semanggi dan mendorong Pemprov DKI untuk memakai nama dengan bahasa Indonesia itu sebagai jati diri bangsa," kata Dadang dalam acara "Taklimat Media dalam Rangka Bulan Bahasa dan Sastra", di Jakarta, Kamis (5/10).

Selanjutnya, Kemdikbud juga tengah memperjuangkan agar penamaan Kereta Api Layang (KA Layang) digunakan sebagai nama resmi SkyTrain Bandara Soekarno Hatta yang sudah mulai beroperasi, September lalu. Dadang mengakui, bahasa Indonesia secara bertahap harus meningkatkan fungsinya menjadi bahasa internasional. Untuk menuju itu, harus mengajarkan bahasa Indonesia di negara lain.

Sampai saat ini, bahasa Indonesia sudah diajarkan di 45 negara dan 250 lembaga di luar negeri yang terafiliasi pemerintah dan swasta. Pemerintah juga sudah melatih dan mengirim Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA). Pada 2015, dari 20 guru BIPA yang dikirim hanya 14 guru yang diberangkatkan. Sementara pada 2016, ada 220 guru BIPA yang dilatih, tapi yang berangkat hanya 171 orang.

Sementara tahun ini ada 220 guru BIPA dan hingga kemarin pagi baru 185 guru BIPA yang sudah berangkat. Untuk memperkuat diplomasi bahasa, kata dia, pihaknya sudah menyusun enam buku ajar BIPA yang dikirim ke beberapa KBRI. Di sisi lain, untuk memenuhi kriteria sebagai bahasa internasional yang modern, bahasa Indonesia saat ini sudah memiliki alat uji standar kemahiran berbahasa Indonesia, yaitu Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia. ''Alat uji ini telah dibakukan untuk mengukur kemahiran berbahasa seseorang. Seperti halnya TOEFL dalam bahasa Inggris,'' papar Dadang.

Nyaris Punah

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Pembinaan Bahasa, Badan Bahasa, Kemdikbud, Ghufron Ali Ibrahim, mengatakan ancaman terhadap kelestarian bahasa juga terjadi pada bahasa daerah. Sebanyak 67 bahasa daerah di Indonesia mengalami ketergerusan dan harus segera direvitalisasi untuk mencegah dampak kepunahan. Ghufron Ali Ibrahim mengakui ada 67 bahasa daerah di Indonesia yang mengalami ketergerusan. "Sudah 'sakratul maut', sebab bahasa itu seperti manusia, ada lahir, tumbuh dan sekarat," kata dia.

Untuk itu, kata Ghufron, bahasa yang nyaris punah tersebut harus kembali dihidupkan dan direvitalisasi. "Kita hidupkan kembali dengan pencatatan kosakata, disusun, lalu dibuat model perawatan dan revitalisasi," ujarnya. Ketergerusan bahasa, menurut Ghufron, banyak disebabkan semakin menyusutnya penutur. Kemudian, juga secara teori bahasa hilang karena bencana besar, juga banyaknya kawin campur. Dia menjelaskan, semakin ke timur Indonesia memang semakin tinggi diversitas bahasanya, namun juga tinggi ancaman kepunahan.

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.