
Kenapa Sri Sultan HB X Sampai Prihatin dengan Aksi Demo RUU TNI di Jogja?
Foto: Antara FotoAksi unjuk rasa menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang digelar di Gedung DPRD DIY pada Kamis (20/3) berubah menjadi peristiwa yang memantik keprihatinan mendalam dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Ratusan massa dari elemen mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam gerakan “Jogja Memanggil” awalnya menyuarakan penolakan terhadap pasal-pasal dalam RUU TNI yang dinilai problematik. Namun, alih-alih berjalan damai, aksi tersebut memanas hingga larut malam dan berujung pada aksi vandalisme. Coretan memenuhi dinding gedung DPRD, sampah berserakan, bahkan beberapa fasilitas rusak—padahal bangunan itu telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
Melihat situasi ini, Sri Sultan tidak tinggal diam. Ia menyampaikan bahwa dirinya tidak pernah melarang masyarakat, termasuk mahasiswa, untuk menyampaikan aspirasi politik. Namun ia menegaskan bahwa ekspresi tersebut sebaiknya dilakukan secara tertib dan tidak merusak fasilitas umum, apalagi bangunan bersejarah.
"Ya nggak apa-apa kalau itu memang aspirasi, silakan saja. Tapi kalau sampai rusak, itu saya prihatin," ujar Sri Sultan, Jumat (21/3), di Kompleks Kepatihan Yogyakarta.
Baginya, demo adalah bagian sah dari demokrasi. Tapi ketika bentuk penyampaiannya merusak ruang publik, nilai perjuangan justru luntur. Ia menekankan, aksi destruktif seperti ini hanya akan berdampak negatif pada citra mahasiswa di mata publik.
"Yang rugi justru mahasiswa sendiri. Akan muncul penilaian buruk dari masyarakat. Menyampaikan pendapat silakan, tapi jangan merusak," tandasnya.
Keprihatinan Sri Sultan semakin dalam karena lokasi aksi bukan sembarang tempat. Gedung DPRD DIY, termasuk patung Jenderal Sudirman di halaman depannya, merupakan bagian dari warisan sejarah yang dilindungi sebagai cagar budaya. Kerusakan yang ditimbulkan dalam satu malam demonstrasi telah menodai nilai simbolis dan historis tempat tersebut.
Hal ini juga diamini oleh Sekretaris Daerah DIY, Beny Suharsono. Ia menyebut bahwa beberapa bagian depan dan tengah gedung mengalami kerusakan, meskipun saat ini telah ditutup sementara agar tidak terlihat mencolok.
"Kita sedang hitung kerusakan yang terjadi, termasuk kemungkinan pembiayaannya melalui asuransi. Kalau tidak memungkinkan, kami akan lihat opsi lewat APBD DIY," jelas Beny.
Pemerintah DIY kini tengah mendata kerusakan secara menyeluruh dan mengkaji bagaimana perbaikannya bisa dilakukan. Namun yang paling dikhawatirkan, menurut Sri Sultan, adalah lunturnya nilai etika dalam penyampaian pendapat. Ia menekankan, DIY adalah ruang demokrasi yang hidup, tapi harus dijaga dengan kedewasaan.
Prihatin bukan berarti anti kritik. Tapi ketika ruang demokrasi dirusak oleh amarah dan vandalisme, justru pesan yang ingin disampaikan jadi tak terdengar. Dan bagi Sri Sultan, itulah yang paling menyedihkan.
Berita Trending
- 1 Jalur pendakian Gunung Tambora masih ditutup imbas cuaca ekstrem
- 2 Demi Keselamatan, Menhub Tekankan Pentingnya Kesehatan Pengemudi
- 3 Ketua DPR Puan Maharani minta aparat usut ladang ganja di area TNBTS
- 4 Bahaya Merokok Secara Berlebih Berdampak Pengaruhi Kesehatan Mental
- 5 Kementerian PU-BGN Bekerja Sama dalam Pembangunan Dapur Makan Bergizi Gratis