Kenaikan Suku Bunga Bakal Pacu Beban Utang ke Depan
Foto: Sumber: Kementerian Keuangan – Litbang KJ/and - KJJAKARTA - Utang negara berpotensi melonjak dari posisi saat ini, jika suku bunga kembali meningkat seiring dengan proses pemulihan ekonomi. Direktur Celios, Bhima Yudhistira, di Jakarta, Selasa (28/9), mengatakan kalau suku bunga utang naik maka beban bunga utang di tahun depan bisa lebih berat dari tahun ini.
"Inflasi dan tapering off bisa memicu beban bunga utang naik. Jadi, ini harus diantisipasi. Karena banyak belanja yang prioritas, tetapi belanja bunga utang memegang porsi yang meningkat, harus ada manuver," kata Bhima.
Menurut dia, untuk mengantisipasi beban bunga utang agar tidak semakin membebani keuangan negara maka pemerintah harus menggenjot penerimaan negara, tetapi jangan sampai mengganggu pemulihan ekonomi.
Pemerintah juga harus mengencangkan ikat pinggang dengan pengendalian belanja. Belanja yang bersifat rutin seperti belanja pegawai dan belanja barang harus dipangkas.
Selain itu, pemerintah harus kreatif mengurangi kebergantungan utang yang mahal. Dia mencontohkan untuk pembangunan infrastruktur, daripada dibiayai dengan utang, mending bekerja sama dengan pihak swasta.
Begitu juga dalam menarik pinjaman, sebaiknya dengan denominasi mata uang yang bunganya relatif rendah. "Kalau dollar AS dirasa mahal, lebih baik pilih mata uang lain seperti yuan atau yen, sehingga menekan beban bunga utang," kata Bhima.
Berhati-Hati
Sementara itu, Peneliti Ekonomi Indef, Ahmad Heri Firdaus, meminta pemerintah untuk lebih berhati-hati lagi terkait utang. Ia menegaskan utang Indonesia berpotensi melonjak jika suku bunga meningkat. Saat ini, utang pemerintah sudah mencapai 40,85 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Selama ini, pemerintah selalu diingatkan untuk berhati-hati, sekarang justru harus lebih hati-hati lagi," tegas Heri.
Pemerintah harus mengevaluasi terlebih dahulu rencana penerbitan surat utang baru apa sudah berjalan efektif atau tidak.
Pilihan berutang, semestinya sebagai jalan terakhir setelah yang lainnya sudah tidak bisa dilakukan seperti mencari celah untuk realokasi anggaran, efisiensi dan optimalisasi penerimaan negara.
"Objek pajak yang selama ini belum membayar kewajibannya semestinya dikejar seperti cukai plastik dan pajak ekonomi digital, bukan intensifikasi yang sudah kena pajak dipajakin lagi," katanya.
Penerimaan negara, paparnya, memang jadi bantalan jika ada penarikan utang baru. Sebab, jika penerimaan negara kecil maka untuk membiayai utang harus dengan utang baru lagi.
Sebelumnya, Guru Besar Ekonomi dari Universitas Brawijaya, Malang, Candra Fajri Ananda, mengatakan rencana memangkas penerbitan SBN sudah tepat karena akan mengurangi beban APBN.
"Saat ini, SBN kita relatif mahal sehingga ada yang mengatakan SBN laku karena memang memberikan bunga yang tinggi. Kalau ini terus terjadi, dalam jangka menengah akan mengganggu kinerja APBN, dan akan menekan kondisi fiskal kita. Oleh karena itu, pemerintah berusaha menurunkan tingkat bunga SBN dan terus berupaya memberikan kepastian bahwa itu tidak menjadi beban APBN," kata Candra.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Presiden Prabowo Meminta TNI dan Polri Hindarkan Indonesia jadi Negara yang Gagal
- 2 Lestari Moerdijat: Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Inklusif Harus Segera Diwujudkan
- 3 Majukan Ekosistem Digital Indonesia, Diperlukan Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat
- 4 Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi Sebut JETP Program Gagal
- 5 Meksiko, Kanada, dan Tiongkok Siapkan Tindakan Balasan ke AS
Berita Terkini
- MK Kabulkan Pencabutan Permohonan Andika-Hendi terkait Pilkada Jateng
- Waka MPR Nilai Pelantikan Kepala Daerah 20 Februari Jalan Tengah Terbaik
- Dana USAID Dibekukan, Bagaimana Nasib Negara-negara Miskin?
- Riau Ditargetkan Jadi Percontohan Tumpang Sari Jagung-Cabai
- 'Kampung Indonesia' di Turki Diresmikan, Simbol Persaudaraan Kedua Bangsa