Kemenperin Optimistis RI Jadi Produsen dan Eksportir Pertama Produk Olahan Sagu
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat memberi sambutan dalam Acara "Sagu Expo: Pameran, Eksplorasi, dan Kreasi Produk Olahan Sagu" di Sharinah, Jakarta, Rabu (2/10).
Foto: IstimewaJAKARTA-Pemerintah melakui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pemanfaatan sagu sebagai bagian dari diversifikasi pangan. Selain memenuhi kebutuhan domestik, diharapkan RI menjadi produsen dan eksportir pertama produk olahan sagu.
- Baca Juga: Dibutuhkan Standar Minimal Kandungan Susu Lokal
- Baca Juga: Rupiah Melemah 3,48% Sepanjang 2024
Demikian ditegaskan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam Acara "Sagu Expo: Pameran, Eksplorasi, dan Kreasi Produk Olahan Sagu" di Sharinah, Jakarta, Rabu (2/10). Adapun acara ini untuk meningkatkan awareness masyarakat maupun para stakeholders tentang potensi dan pentingnya hilirisasi sagu serta ragam produk olahan sagu.
Dijelaskan Menperin bahwa sagu merupakan tanaman asli Indonesia yang dapat menghasilkan pati paling besar dibandingkan dengan tanaman penghasil pati lainnya, sehingga sagu merupakan alternatif sumber karbohidrat yang sangat baik dalam mendukung ketahanan dan kemandirian pangan Indonesia.
"Sebagaimana yang pernah saya sampaikan pada Acara Simposium Nasional Industri Pengolahan Sagu sebelumnya, Indonesia memiliki potensi lahan sagu mencapai 5,5 juta hektar (Ha) atau 85 persen dari total potensi luas lahan sagu di seluruh dunia,"ucap Agus
Sebaran lahan sagu terluas berada di Papua, sementara produsen sagu terbesar nasional saat ini berasal dari Riau. Namun demikian, sayangnya, Indonesia bukanlah eksportir pati sagu terbesar di dunia, melainkan Malaysia.
"Tentunya yang diinginkan adalah kita menjadi yang pertama sebagai produsen dan eksportir produk olahan sagu. Di samping itu, harapannya kita bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri secara mandiri,"tegas Menperin
Saat ini papar dia, pemanfaatan sagu masih rendah, yaitu kurang dari 4% luas areal sagu nasional atau sekitar 212.468 Ha. Pemanfaatan yang rendah ini disebabkan oleh beberapa kendala, seperti minimnya infrastruktur, fasilitas penunjang, keterampilan dan kapasitas SDM. Selain itu, rendahnya popularitas komoditas sagu juga menjadi penghambat proses pengembangan yang pada akhirnya membatasi pencapaian potensi komoditas ini.
"Jika dilakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut, masih banyak potensi sagu yang dapat dieksplorasi, seperti pemanis, bioetanol, dan biofuel. Tingginya kandungan serat dan pati yang dimiliki oleh sagu, juga berpotensi untuk menjadi bahan baku pada pengembangan industri biofuel dan bioetanol,"terang Menteri Agus.
Limbah yang dihasilkan pada proses pengolahan sagu dapat dimanfaatkan menjadi beberapa produk, baik pakan dan biogas. Selain itu, tanaman sagu juga memiliki laju penyerapan CO2 yang tinggi, yaitu sekitar 289 ton CO2/ha/tahun, sehingga dapat menjadi salah satu kontributor perlambatan global warming.
Penanaman sagu, khususnya pada lahan gambut, dapat menjadi area konservasi air sehingga dapat mencegah pengeringan lahan, kebakaran serta dapat menahan terlepasnya karbon dari lahan. Sangat banyak manfaat sagu bagi industri maupun lingkungan kita, dan alangkah sayangnya jika potensi ini tidak kita kembangkan dan manfaatkan sebaik-baiknya.
Untuk mengakselerasi diversifikasi pangan lokal dan pengembangan usaha berbasis bahan baku lokal (termasuk sagu), Pemerintah papar Menperin telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Perlu Ditiru Pejabat Lain, Menteri Agama Nasaruddin Umar Laporkan Penerimaan Gratifikasi ke KPK
- 2 BMKG: 10 daerah di Sumsel dilanda hujan ekstrem pada hari pencoblosan
- 3 Ini yang Dilakukan Dua Kementerian untuk Majukan Ekonomi Daerah Transmigrasi
- 4 Menag Laporkan Penerimaan Gratifikasi ke KPK
- 5 Pertamina Patra Niaga Gandeng LAPI ITB Investigasi Kualitas Pertamax