Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penegakan Hukum I Pembiaran Hak Tagih Jadi Preseden Buruk Penegakan Hukum

Kemenkeu Wajib Menagih Piutang Negara dari BLBI

Foto : Sumber: Kementerian Keuangan – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

"Piutang negara dari BLBI itu masih aktif dan harus ditagih karena Presiden belum pernah menghapusnya. Itu jelas kok disebutkan di Undang-Undang Perbendaharaan Negara dan itu menjadi kewajiban Menkeu menagihnya. Kenapa selama ini tidak ditagih," kata Uchok ketika dihubungi Koran Jakarta, Jumat (11/9).

Menurutnya, jika dikatakan kewajiban para debitur itu sudah selesai karena mereka mengantongi Surat Keterangan Lunas (SKL) yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), itu sama sekali tidak benar. "Jangankan Kepala BPPN yang ad hoc, Menteri Keuangan pun tidak berhak menghapus piutang tersebut. Hanya Presiden yang berhak dengan persetujuan DPR," katanya.

Lebih lanjut dijelaskan, tidak ditagihnya piutang negara yang berasal dari BLBI merupakan ketidakadilan. Di satu sisi, para debitur yang kekayaannya berasal dari uang BLBI, utangnya tidak pernah ditagih. Sementara di sisi lain utang pajak pedagang kecil dan pelaku usaha mikro diuber-uber sampai ke liang kubur. Lebih parah lagi, mereka justru diajak berteman.

Utang debitur BLBI wajib ditagih sampai ke anak cucu hingga tujuh turunan beserta bunga-bunganya sesuai kesepakatan MSAA (Master of Settlement and Acquisition Agreement), yaitu 2 persen bunga majemuk berikut penaltinya. Kalau tidak berbunga majemuk saja selama 22 tahun sudah mencapai 258 persen.

Langkah yang dilakukan Menkeu menatausahakan aset eks BLBI dengan melakukan pengamanan fisik dan yuridis atas sejumlah aset properti dinilai hanya sebagian kecil saja dari bunganya yang sudah mencapai 300 triliun rupiah.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Djati Waluyo, Yolanda Permata Putri Syahtanjung

Komentar

Komentar
()

Top