Kemenkes Bantah Kasus Gagal Ginjal Ajang Komersialisasi Obat
Juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril
Foto: AntaraJAKARTA - Juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril, memastikan tidak ada komersialisasi obat dalam kasus gagal ginjal akut (GGA) pada anak. Pemerintah mendatangkan obat Formepizole murni untuk menyelamatkan pasien GGA.
"Saya ulangi, tidak ada komersialisasi obat, tujuannya semata mata untuk keselamatan anak indonesia" ujar Syahril, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (6/11).
Dia menerangkan, obat Fomepizole diberikan sebagai antidot atau antoksikasi Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dalam darah. Terapi pengobatan ini diberikan secara gratis kepada pasien.
"Fomepizole menjadi bagian dari terapi pengobatan, dan diberikan secara gratis kepada pasien. Kami tidak lakukan komersialisasi obat," jelasnya.
Dia mengungkapkan, penggunaan fomepizole berdampak positif bagi pasien GGA baik memberikan kesembuhan maupun mengurangi perburukan gejala. 95 persen pasien anak di RSCM menunjukkan perkembangan membaik selama mendapatkan terapi.
Saat ini sudah 246 vial Fomepizole sudah didatangkan ke Indonesia. 146 vial fomepizole sudah didistribusikan kepada 17 rumah sakit di 11 provinsi Indonesia, sementara 100 vial menjadi buffer strok pusat.
"Kita cukup beruntung saat ini ada 246 vial fomepizol yang sudah ada di Indonesia dimana sebagian besar atau 87 persen nya adalah donasi gratis dari negara lain," tandasnya.
Kemenkes mencatat jumlah temuan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia mencapai 323 orang per Kamis (3/11).
"Saat ini terdapat 28 provinsi dengan 323 kasus, 34 di antaranya masih dirawat, terbanyak di DKI Jakarta dan Jawa Barat," ujar Syahril, Jumat.
Ia memaparkan, sebanyak 190 orang meninggal dunia, dan sebanyak 99 orang dinyatakan sembuh dari GGAPA.
Kini, Syahril mengatakan, kasus GGAPA maupun angka kematian di dalam negeri mulai mengalami penurunan setelah Kemenkes menghentikan sementara penjualan dan penggunaan obat sirop pada 18 Oktober 2022. "Kasus GGAPA mulai meningkat di akhir Agustus, kenaikannya bisa 75-100 pasien, tapi setelah tanggal 18 Oktober itu hanya empat sampai lima dan akhirnya sampai saat ini sedikit sekali," katanya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyatakan faktor risiko terbesar penyebab kematian pasien gangguan ginjal akut di Indonesia karena keracunan senyawa kimia Etilon Glikol (EG) dan Dietilon Glikol (DEG) yang melebihi standar aman pada obat.
Toksisitas Tinggi
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Junaidi Khotib, menjelaskan, EG dan DEG merupakan senyawa yang strukturnya sangat sederhana, namun memiliki tingkat toksisitas yang sangat tinggi. European Food Safety Agency (EFSA) dan Food and Drug Administration (FDA) memasukan senyawa tersebut dalam daftar toxic substances.
Dia menambahkan, terdapat angka ambang batas cemaran atau impurities EG dan DEG dalam obat-obatan maupun makanan. Di Indonesia, impurities EG dan DEG tidak diperbolehkan melebihi 0,1 mg.
Redaktur: Sriyono
Penulis: Muhamad Ma'rup
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
- 4 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 5 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
Berita Terkini
- Haris Azhar Temukan Data Dugaan Politisasi Hukum di Pilkada Banten
- Ini Rekomendasi Liburan Akhir Pekan di Jakarta, Ada Konser K-pop 2NE1
- Kemenparekraf Aktivasi Keep the WonderxCo-Branding Wonderful Indonesia
- UMP DKI Jakarta 2025 Diumumkan Setelah Pilkada
- Trump Pilih Manajer Dana Lindung Nilai Scott Bessent sebagai Menteri Keuangan AS