Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Jelang Pilpres - Rakyat Mengakui Merasakan Manfaat dari Program Pembangunan Pemerintah

Kemajuan Bangsa Harus Dibangun Bersama, Tak Hanya oleh Pejabat

Foto : ANTARA/PUSPA PERWITASARI

MEMBANGUN KELUARGA HARAPAN - Presiden Joko Widodo berjabat tangan dengan ibu-ibu penerima Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2019 di Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, Selasa (12/2). Pemerintah menyalurkan PKH sebesar 34,4 triliun rupiah pada tahun 2019 untuk mendorong kesejahteraan keluarga.

A   A   A   Pengaturan Font

>> Semua komponen bangsa harus membangun, lepaskan dari salah menyalahkan.

>> Toleransi terhadap minoritas dari Sabang sampai Merauke unsur kunci suatu bangsa.

JAKARTA - Kemajuan bangsa dan negara Indonesia terletak pada kebersamaan. Untuk itu, semua lapisan masyarakat dari petani sampai pelaku industri teknologi tinggi mesti berpartisipasi guna tercapainya Indonesia yang maju dan makmur.

Perjuangan bersama itu bukan semata-mata berkumpul mendukung calon presiden (capres), tapi masing-masing juga harus bertanggung jawab tercapainya kemajuan bangsa. Semua komponen bangsa mesti bergerak untuk pembangunan dan lepaskan dari salah-menyalahkan demi kepentingan sesaat.

Pengamat komunikasi politik dari Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" Yogyakarta, Tri Agus Susanto, mengatakan untuk mencapai kemajuan bangsa tidak bisa membiarkan pejabat pemerintah bekerja sendiri.

"Itu artinya, tak bisa membiarkan Jokowi berkerja sendiri untuk kemajuan bangsa. Semua pihak mesti bahu-membahu membantu Jokowi," katanya saat dihubungi, Selasa (12/2).

Menurut Tri, selama ini serangan selalu tertuju kepada pribadi Joko Widodo. Padahal, semua orang dalam sebuah tatanan bangsa dan negara harus berpartisipasi dalam pembangunan.

"Di sinilah kita terpanggil untuk bersama-sama mendukung Jokowi kembali memimpin membangun Indonesia," ujarnya.

Tri menambahkan, selain bersama-sama memajukan bangsa, toleransi terhadap minoritas dari Sabang sampai Merauke merupakan kunci suatu bangsa. "Pembentukan toleransi terhadap minoritas ini telah dilakukan Jokowi," paparnya.

Tri menilai Jokowi sebagai sosok pemimpin kebenaran dan kebaikan. "Jokowi selalu mengacu pada cita-cita pendiri bangsa, yakni menyatukan. Itulah nasionalisme. Bahkan, Jokowi menjadi pemimpin pertama yang peduli dengan daerah terpencil. Ini dilakukan Jokowi untuk keadilan ekonomi bagi masyarakat yang selama ini diabaikan dan dimiskinkan," jelasnya.

Jokowi, selama 4,5 tahun memimpin juga fokus membangun infrastruktur. Ini dilakukan sebagai landasan strategi untuk bisa bersaing dengan negara lain. Infrastruktur yang dibangun antara lain jalan, pelabuhan, bandara, pembangkit listrik, hingga jalan tol. Sebab, Indonesia telah tertinggal dari negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, serta Vietnam dalam masalah perdagangan. Jokowi pun tak ingin nantinya Indonesia akan tertinggal dari Laos maupun Kamboja.

Publik Makin Sadar

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Point Indonesia, Karel Susetyo, mengatakan dukungan yang menguat kepada Jokowi menunjukkan bahwa banyak orang kini sadar bahwa isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sudah tidak layak lagi di tengah keinginan rakyat untuk mencapai Indonesia maju.

"Publik sebenarnya makin sadar bahwa isu kriminalisasi ulama itu sekadar permainan propaganda belaka. Sudah tak mampu lagi isu itu dipakai untuk mempengaruhi mindset public demi sekadar membangun citra negatif bahwa Jokowi itu anti ulama apalagi anti Islam. Bisa dikatakan gagal total sudah," katanya.

Di satu sisi, lanjut Karel, program pembangunan pemerintah mulai banyak dirasakan manfaatnya. Apalagi di desa-desa dan sampai ke pelosok serta pinggiran bahkan perbatasan negara. Ini tentu jadi penilaian positif publik terhadap Jokowi. Karena baru kali ini, ada pemimpin yang begitu besar menaruh perhatian pada wilayah pinggiran. "Misal dengan dana desa bisa menggerakkan apa saja di perdesaan," ujar Karel.

Karel menambahkan, yang harus diingat, mayoritas penduduk Indonesia berada di perdesaan. Kini, yang dilihat adalah fakta bukan yang bertebaran di media sosial. "Jangan lihat apa yang tampak di medsos. Itu tidak bisa dijadikan representasi sesungguhnya dari suara pemilih nanti," katanya.

Karel sendiri berharap, sikap saling menyalahkan dan saling bermusuhan karena perbedaan pilihan politik harus disudahi. Sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan itu yang mesti dikedepankan.

Terlalu banyak energi terbuang hanya karena mengurusi perbedaan pilihan politik. Sementara yang bersorak dan mengangguk keuntungan adalah para elite. Saatnya sekarang, semua anak bangsa tak mempersoalkan perbedaan. Karena itu adalah modal terbesar untuk memajukan bangsa.

Sebelumnya, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Jakarta, Ujang Komaruddin, mengatakan dukungan para alumni sekolah terkemuka kepada Jokowi tak bisa dianggap remeh. Sebab, mereka adalah kalangan yang terdidik dengan pola pikir rasional serta warga yang melek informasi.

"Mereka merupakan kumpulan kaum terpelajar dari sekolah-sekolah terbaik. Rasional dalam berpikir dan menentukan pilihan serta melek informasi," katanya, di Jakarta, Senin (11/2).ags/tri/AR-2

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top