![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Kecerdasan Buatan Mulai Dimanfaatkan untuk Membantu Ketahanan Pertanian di India
Petugas dari startup agritech Niqo Robotics sedang mengkalibrasi alat penyemprot bahan kimia berteknologi kecerdasan buatan yang dipasang pada sebuah traktor di sebuah ladang pertanian di Bengaluru, India, pada awal Februari lalu.
Foto: AFPSetiap pagi, seorang petani India bernama R Murali membuka aplikasi di teleponnya untuk memeriksa apakah pohon delima membutuhkan penyiraman, pupuk atau berisiko terkena hama.
“Ini adalah rutinitas seperti halnya berdoa kepada Tuhan setiap hari,” tutur Murali, 51 tahun, kepada AFP di tanah pertaniannya di negara bagian selatan Karnataka.
Sebagian besar ekonomi pertanian India yang luas mempekerjakan lebih dari 45 persen tenaga kerja yang tetap sangat tradisional, kerap dilanda masalah yang diperburuk oleh cuaca ekstrem yang didorong oleh perubahan iklim.
Murali adalah bagian dari peningkatan jumlah petani di negara terpadat di dunia yang telah mengadopsi alat-alat bertenaga kecerdasan buatan, yang katanya membantunya bertani lebih efisien.
“Aplikasi ini adalah hal pertama yang saya periksa segera setelah saya bangun,” kata Murali, yang pertaniannya ditanami dengan sensor yang memberikan pembaruan konstan pada kelembaban tanah, tingkat nutrisi dan prakiraan cuaca tingkat pertanian.
Dia mengatakan sistem kecerdasan buatan yang dikembangkan oleh startup teknologi Fasal, bisa merinci kapan dan berapa banyak air, pupuk dan pestisida yang dibutuhkan, hingga Murali bisa memangkas biaya seperlima tanpa mengurangi hasil panen.
“Apa yang kami bangun adalah teknologi yang memungkinkan tanaman berbicara dengan petani mereka,” kata Ananda Verma, pendiri Fasal, yang aplikasinya telah melayani sekitar 12.000 petani.
Verma, 35 tahun, yang mulai mengembangkan sistem ini pada 2017 untuk memahami kelembaban tanah sebagai proyek do-it-yourself untuk pertanian ayahnya, menyebutnya sebagai perangkat untuk membuat keputusan yang lebih baik.
Tetapi biaya produk Fasal antara 57 dan 287 dollar AS untuk menginstal. Harga ini cukup tinggi di negara di mana pendapatan bulanan rata-rata petani adalah 117 dollar AS, dan di mana lebih dari 85 persen pertanian lebih kecil dari dua hektare, menurut angka pemerintah.
“Kami memiliki teknologi, tetapi ketersediaan modal risiko di India terbatas,” kata Verma.
New Delhi mengatakan bertekad untuk mengembangkan kecerdasan buatan lokal dan berbiaya rendah, dengan Perdana Menteri India, Narendra Modi, menjadi tuan rumah bersama KTT AI di Prancis dibuka pada Senin (10/2) lalu.
Pertanian, yang menyumbang sekitar 15 persen dari ekonomi India, adalah satu area yang matang untuk penerapannya. Pertanian pun sangat membutuhkan investasi dan modernisasi. Sementara masalah seperti kekurangan air, banjir, dan cuaca yang semakin tidak menentu, serta utang, telah mengambil korban besar dalam industri yang mempekerjakan sekitar dua pertiga dari 1,4 miliar penduduk India.
Perlu Literasi
India sudah menjadi rumah bagi lebih dari 450 startup agritech dengan penilaian yang diproyeksikan sektor ini pada 24 miliar dollar AS, menurut laporan 2023 oleh lembaga think tank NITI Aayog pemerintah. Tetapi laporan itu juga memperingatkan bahwa kurangnya literasi digital sering mengakibatkan buruknya adopsi solusi agritech.
Di antara perusahaan-perusahaan itu adalah Niqo Robotics, yang telah mengembangkan sistem menggunakan kamera kecerdasan buatan yang terpasang pada mesin penyemprot kimia yang terfokus. Semprotan cerdas yang dipasang pada traktor ini akan menilai seberapa banyak bahan kimia yang diperlukan sebidang lahan, mengurangi biaya input dan membatasi kerusakan lingkungan, kata perusahaan itu.
Niqo mengklaim penggunanya di Negara Bagian Maharashtra dan Andhra Pradesh telah memotong pengeluaran mereka untuk bahan kimia hingga 90 persen.
Di startup lain, BeePrecise, Rishina Kuruvilla adalah bagian dari tim yang telah mengembangkan monitor kecerdasan buatan yang mengukur kesehatan sarang lebah. Itu termasuk kelembaban, suhu dan bahkan suara lebah yang merupakan cara untuk melacak lebah ratu.
Kuruvilla mengatakan alat itu membantu peternak lebah memanen madu yang sedikit lebih organik dan lebih baik untuk dikonsumsi.
Tetapi sementara teknologi kecerdasan buatan berkembang, pemanfaatan di kalangan petani lambat karena banyak yang tidak mampu membelinya.
Ekonom pertanian RS Deshpande, seorang profesor tamu di Institut Perubahan Sosial dan Ekonomi Bengaluru, mengatakan pemerintah perlu untuk mengeluarkan subsidi.
“Banyak petani yang selamat hanya karena mereka makan apa yang mereka tanam, karena mereka memiliki pertanian, mereka membawa pulang hasil pertanian,” ungkap Deshpande. “Jika saja pemerintah siap (memberikan subsidi), (maka petani) India pun siap (memanfaatkan kecerdasan buatan).” imbuh dia. AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Inter Milan Bidik Puncak Klasemen Serie A
- 2 Di Forum Dunia, Presiden Prabowo Akui Tingkat Korupsi Indonesia Mengkhawatirkan
- 3 Polda Kalimantan Tengah Proses Oknum Polisi dalam Kasus Penipuan Pangkalan Gas Elpiji
- 4 Program KPBU dan Investasi Terus Berjalan Bangun Kota Nusantara
- 5 India Incar Kesepakatan Penjualan Misil dengan Filipina Tahun Ini
Berita Terkini
-
ToT, AS akan Bantu Merancang Reaktor Nuklir untuk India
-
Kemenperin: Yakin Saja, Penggunaan Energi Ramah Lingkungan Jauh Lebih Hemat dibanding Fosil
-
Laudato Si’ di Indonesia: Menelusuri Akar Masalah Kerusakan Lingkungan dan Dampaknya Bagi Para Pengungsi
-
Drone Berhulu Ledak Hantam Pelindung Radiasi PLTN Chernobyl, Ukraina Tuding Russia
-
Presiden Targetkan 6 Juta Siswa Sudah Terima Program MBG Akhir Juli 2025