Kebijakan UKT Mesti Dievaluasi
Ilustrasi.
Foto: antaraKebijakan Kampus Merdeka yang membuat Uang Kuliah Tunggal semakin melambung harus dievaluasi karena menjadi beban berat bagi mahasiswa.
JAKARTA - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, meminta semua pihak mengevaluasi kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Dia juga meminta evaluasi kebijakan perguruan tinggi yang membuat biaya UKT melambung.
"Semua pihak harus melakukan evaluasi total kebijakan Kampus Merdeka yang mendorong PTN menjadi PTN-BH yang jelas berperan besar dalam melambungkan tingginya biaya UKT, karena pemerintah tidak lagi menanggung biaya pendidikan, lalu dialihkan beban tersebut ke mahasiswa melalui skema UKT," ujar Ubaid, kepada Koran Jakarta, Minggu (19/6).
Dia menyebut Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi mesti dicabut karena dijadikan landasan kampus dalam menentukan tarif besaran UKT. Di sisi lain, pimpinan kampus harus melindungi hak mahasiswa untuk bersuara dan bisa melanjutkan kuliah.
Tolak Komersialisasi
Ubaid menuntut agar pemerintah mengembalikan pendidikan tinggi sebagai public good dan menolak segala bentuk komersialisasi di perguruan tinggi, khususnya di PTNBH.
Dia menambahkan, berdasarkan data BPS pada Maret 2023, hanya ada 10,15 persen penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang sudah menamatkan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi. Menurutnya, akses yang masih sangat kecil ini karena biaya yang mahal.
"Jadi, negara harus hadir dan berpihak kepada semua dalam menjalankan amanah konstitusi dan bertanggung jawab penuh untuk menyediakan layanan pendidikan tinggi," katanya.
Sementara itu, plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Tjitjik Sri Tjahjandarie, menegaskan, pemerintah melarang komersialisasi perguruan tinggi negeri. PTN harus bersifat inklusif dan dapat diakses oleh masyarakat.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai biaya kuliah atau UKT yang terjangkau bagi generasi muda penting untuk mewujudkan visi Indonesia Emas pada 2045.
Menurut Huda, Indonesia yang telah menerapkan mandatory spending sebesar 20 persen dari APBN untuk anggaran pendidikan seharusnya tidak membuat biaya pendidikan tinggi semakin mengalami peningkatan, seperti yang terjadi beberapa waktu terakhir.
Ia mengatakan pada tahun ini sebesar 665 triliun rupiah dari APBN dialokasikan untuk membiayai sektor pendidikan Tanah Air. "Maka agak aneh ketika komponen biaya pendidikan dari peserta didik kian hari meroket, padahal alokasi anggaran pendidikan dari APBN juga relatif cukup besar," katanya.
Untuk mengatasi persoalan kenaikan UKT, Komisi X membentuk Panja Pembiayaan Pendidikan. Panja tersebut diharapkan mampu memastikan biaya pendidikan terjangkau. ruf/S-2
Redaktur: Sriyono
Penulis: Muhamad Ma'rup
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 2 Bayern Munich Siap Pertahankan Laju Tak Terkalahkan di Bundesliga
- 3 Dishub Kota Medan luncurkan 60 bus listrik baru Minggu
- 4 Kasdam Brigjen TNI Mohammad Andhy Kusuma Buka Kejuaraan Nasional Karate Championship 2024
- 5 Kampanye Akbar, RIDO Bakal Nyanyi Bareng Raja Dangdut Rhoma Irama di Lapangan Banteng
Berita Terkini
- Ahokers dan Anak Abah Diyakini Bantu Cagub DKI Pramono-Rano Menang Satu Putaran
- Inter Milan Naik Ke Puncak Klasemen Usai Menang Telak 5-0 Atas Verona
- Pertamina Eco RunFest 2024 Siap Digelar Hari Ini
- IDI Kabupaten Banjarnegara Ungkap Penyebab Hemophobia, Ini Pengobatan yang Tepat
- Makin Percaya Diri, Ganda Putra Indonesia Sabar/Reza Lolos ke final China Masters