Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kebijakan KHDPK Strategi Pulihkan Hutan di Jawa dan Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Foto : Istimewa

Guru Besar IPB, Hariadi Kartodihardjo.

A   A   A   Pengaturan Font

Kini, katanya, berbagai isu mengenai kebijakan itu bermunculan, baik yang pro maupun kontra. Informasi berdasarkan pengakuan langsung dari masyarakat maupun dari rekaman pengakuan mereka, di beberapa lokasi, sedang terjadi transaksi penggunaan kawasan hutan maupun telah terjadi pendudukan ruang ataupun pengambilan kayu secara ilegal. Hal ini disertai isu, bahwa kawasan hutan yang tidak lagi akan dikelola Perhutani itu, akan menjadi lahan pangan ataupun dikonversi melalui program reforma agraria.

"Isu demikian itu tidak benar. KHDPK akan dikelola pemerintah untuk enam jenis pemanfaatan, yaitu untuk kepentingan perhutanan sosial, penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan, ataupun pemanfaatan jasa lingkungan (Pasal 472, Permen LHK No 7 tahun 2021)," papar Hariadi yang juga Anggota FORCI Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, IPB University.

Dari statistik KLHK (2020) kawasan hutan negara di Jawa seluas 3,04 juta hektare. Dari luas ini, Perhutani mengelolanya seluas 2,43 juta hektare. Namun, sejauh ini-sebagaimana argumen kebijakan KHDPK itu-Perhutani di masa lalu belum mampu mengatasi luasnya kawasan hutan tidak produktif itu. Tegakan berdiri di hutan (standing stock) yang pernah diukur, baik untuk jenis kayu jati maupun kayu rimba di Perhutani, juga menurun sebanyak 3,87 juta meter kubik selama periode 2015 hingga 2019.

Bila ditinjau dari aspek tata kelolanya, dari diskusi mengenai penanganan konflik kepentingan dalam lingkup BUMN pada Maret 2021, Direktorat Monitoring, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan beberapa kasus di Perhutani. Saat itu, KPK mengidentifikasi terdapat persoalan yang mendesak untuk diselesaikan.

Sejumlah persoalan tersebut, antara lain indikasi kebocoran dalam penerimaan pendapatan dari kayu maupun getah, jual atau sewa lahan garapan kepada petani, pemilikan lahan garapan oleh oknum karyawan, oknum karyawan Perhutani sebagai pihak yang ikut kerjasama dengan Perhutani, serta adanya penguasaan aset perusahaan yang menguntungkan karyawan dan pihak tertentu.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top